Muhammad Yusrinal

Yang Terbaik Diantara Kalian Adalah Yang Mempelajari Al-Qur'an Dan Yang Mengajarkannya

Tauhid secara bahasa artinya menjadikan Allah itu Esa. Sedangkan secara istilah, Tauhid adalah mengesakan Allah di dalam RububiyahNya, UluhiyahNya dan Asma’ dan SifatNya. Dengan demikian Tauhid itu terbagi menjadi tiga bagian dan masing-masing bagian ini memiliki definisinya masing-masing. Berikut ini penjelasannya.

Pertama, Tauhid Rububiyah
Yaitu menjadikan Allah satu-satunya sebagai Rabb. Allah سبحانه وتعالى berfirman,

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam.” (QS. Al-Fatihah : 2)

Rabb sendiri berarti Al-Khaliq (Pencipta), Al-Razzaq (Pemberi rezki), Al-Malik (Raja) Al-Mudabbir (Pengatur). Dengan demikian Tauhid Rububiyah berarti kita meyakini bahwasanya Allah bersendiri di dalam mencipta, memberi rezki, berkuasa atas segala sesuatu, yang mengatur segala urusan, yang menghidupkan dan yang mematikan, yang tidak ada sekutu baginya.


Allah سبحانه وتعالى berfirman,

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ

“Allah menciptakan segala sesuatu” (QS. Az-Zumar : 62)

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

هَذَا خَلْقُ اللَّهِ فَأَرُونِي مَاذَا خَلَقَ الَّذِينَ مِنْ دُونِهِ

“Inilah ciptaan Allah, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan(mu) selain Allah.” (QS. Luqman : 11)

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

“Dan tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya.” (QS. Hud : 6)

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

أَمْ مَنْ هَذَا الَّذِي يَرْزُقُكُمْ إِنْ أَمْسَكَ رِزْقَهُ

Atau siapakah dia ini yang memberi kamu rizki jika Allah menahan rizkiNya?” (QS. Al-Mulk : 21)

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ

“Segala puji bagi Allah yang di tanganNya segala kekuasaan” (QS. Al-Mulk :1)

Allah berfirman,

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Katakanlah, ‘Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Dan Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rizki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).” (QS. Ali Imran : 26-27)

Untuk jenis Tauhid ini telah diimani oleh seluruh manusia, sampai kepada orang-orang kafirpun beriman kepada jenis tauhid ini, karena demikianlah Allah سبحانه وتعالى telah menciptakan manusia di atas fitrah ini.

Allah سبحانه وتعالى berirman,

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آَدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), ‘Bukankah aku ini Rabbmu?’ Mereka menjawab, ‘Betul (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi.’ (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan, ‘Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)’.” (QS. Al-A’raf : 172)

Allah سبحانه وتعالى berfirman tentang ketauhidan orang-orang musyrik dalam RububiyahNya,

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ

“Dan sungguh jika engkau (Muhammad) tanyakan kepada mereka (orang-orang musyrik), ‘Siapakan yang menciptakan langit dan bumi?’ Mereka akan menjawab, ‘Allah’.” (QS. Luqman : 25)

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ

“Dan sungguh jika engkau tanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan mereka?’ Niscaya mereka akan menjawab, ‘Allah’.” (QS. Az-Zukhruf : 87)

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الأََمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ

“Katakanlah, ‘Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab, ‘Allah’.” (QS. Yunus : 31)

Allah berfirman,

قُلْ لِمَنِ الأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلاَ تَذَكَّرُونَ قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلاَ تَتَّقُونَ قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلاَ يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ

“Katakanlah, ‘Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Maka apakah kamu tidak ingat?’ Katakanlah, ‘Sipakah yang Empunya langit yang tujuh dan yang Empunya ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah, ‘Siapakah yang ditanganNya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (adzab)Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘(kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (QS. Al-Mu’minun : 84-89)

Jika seseorang hanya baru beriman kepada jenis tauhid ini, maka keimannya belum cukup sampai mereka beriman kepada jenis tauhid yang berikutnya, yaitu Tauhid Uluhiyah. Karena diantara konsekuensi dari Tauhid Rububiyah adalah mentauhidkan Allah dengan Tauhid Uluhiyah.

Kedua, Tauhid Uluhiyah
Yaitu menjadikan Allah satu-satunya sebagai Ilah. Ilah sendiri bermakna al-Ma’bud (sesembahan). Yakni kita meyakini bahwasanya Allah satu-satunya yang disembah atau dibadahi tidak ada sekutu baginya. Jadi segala bentuk peribadatan hanya ditujukan kepadaNya, tidak kepada selainNya.

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

“Hanya kepada Engkaulah kami beribadah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan.” (QS. Al-Fatihah : 5)

Untuk jenis tauhid inilah tujuan diciptakannya manusia dan diutusnya Rasul-Rasul. sebagaimana Allah سبحانه وتعالى berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu.” (QS. Adz-Dzariyat : 56)

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu’.” (QS. An-Nahl : 36)

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, ‘Bahwasanya tidak ada Ilah (sesembahan) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku’.” (QS. Al-Anbiya : 25)

Allah سبحانه وتعالى berfirman tentang seruan para Nabi kepada kaumnya,

لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ

“Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia berkata, ‘Wahai kaumku, Sembahlah Allah! Tidak ada Ilah bagimu selain Dia. Sungguh aku takut kamu akan ditimpa adzab pada hari yang dahsyat (Kiamat)’.” (QS. Al-A’raf : 59)

وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلاَ تَتَّقُونَ


“Dan kepada kaum ‘Ad (Kami utus) Hud, saudara mereka. Dia berkata, ‘Wahai Kaumku, Sembahlah Allah! Tidak ada Ilah bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa?’” (QS. Al-A’raf : 65)

وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ

“Dan kepada kaum Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Dia berkata, ‘Wahai kaumku, Sembahlah Allah! Tidak ada Ilah bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu.” (QS. Al-A’raf : 73)

وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ

“Dan kepada penduduk Madyan, Kami (utus) Syu’aib, saudara mereka sendiri. Dia berkata, ‘Wahai kaumku, Sembahlah Allah! Tidak ada Ilah bagimu selain Dia. Sesungguhnya telah datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu.” (QS. Al-A’raf : 85)

وَإِبْرَاهِيمَ إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاتَّقُوهُ

“Dan ingatlah Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya, ‘Sembahlah olehmu Allah dan bertakwalah kepadaNya’.” (QS. Al-Ankabut : 16)

Dan kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم, Allah سبحانه وتعالى berfirman,

قُلْ إِنِّي أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama’.” (QS. Az-Zumar : 11)

Demikianlah inti dakwah para Rasul, menyeru manusia kepada Tauhid Uluhiyah, yaitu menyeru manusia untuk beribadah kepada Allah saja. Karena pada tauhid jenis inilah terjadinya kesyirikan bagi manusia kepada Allah. Dan demikian pula, dengan jenin tauhid inilah yang membedakan seseorang itu mukmin atau kafir.

Ketiga, Tauhid Asma dan Sifat
Yaitu menetapakan nama dan sifat bagi Allah سبحانه وتعالىsebagaimana Allah telah memanakan diriNya dan mensifatkan diriNya di dalam KitabNya yang mulia atau seperti apa yang telah dinamakan dan disifatkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلمdalam hadits-haditsnya yang shahih, tanpa di ta’thil (ditolak), di takwil (dipalingkan maknanya), di takyif (ditanyakan hakikatnya) dan di tamtsil (diserupakan dengan makhluk).*

Dan kita meyakini bahwa semua nama bagi Allah سبحانه وتعالى adalah husna (baik) dan sifatNya adalah sifat yang tinggi yang sesuai dengan kebesaran dan keagungan bagi Allah yang tidak ada cela atau aib bagiNya dan tidak ada yang serupa denganNya. Kesamaan nama dan sifat bagi Allah سبحانه وتعالى kepada makhlukNya tidak berarti menunjukkan kesamaan pada hakekatnya.

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

وَلِلَّهِ الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Dan kepunyaan Allah asma’ul Husna (nama-nama yang baik), maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asma’ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf : 180)

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ لَهُ الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى

“Dialah Allah, tidak ada Ilah melainkan Dia, Dia mempunyai al-asma’ul husna.” (QS. Thaha : 8)

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

لَهُ الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Yang mempunyai nama-nama yang paling baik. Bertasbih kepadaNya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS, Al-Hasyr : 24)

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura : 11)

Nama-nama Allah سبحانه وتعالى tidak terbatas pada jumlah bilangan tertentu. Berdasarkan hadits dari Rasulullahصلى الله عليه وسلم ,

أَسْأَلُكَ بِكُّلِّ اسْمٍ هُوَلَكَ سَمَّيتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوِسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيبِ عِنْدَكَ

“Ya Allah, Aku meminta kepadaMu dari setiap nama yang nama itu Engkau telah namakan atas diriMu atau nama yang Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhlukMu atau nama yang Engkau turunkan di dalam kitabMu atau Engkau sembunyikan menjadi ilmu ghaib di sisiMu.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Hadits ini adalah bagian dari hadits Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad (I/394,452) yang dishahihkan oleh Ibnu Hibban (2372-Mawardi) dan Al-Hakim (I/519). Hadits ini juga dishahihkan oleh Ahmad Syakir dalam komentar beliau terhadap Musnad Imam Ahmad (3712) dan Al-Albani dalam Ash-Shahihah (199))

Adapun hadits yang berbunyi,

إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اِسْمًا مِاءَةً إِلاَّ وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الجَنَّةَ

“Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama, yaitu seratus kurang satu. Barang siapa yang menghafal dan faham maknanya, niscaya masuk surga.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (6410) dan Muslim (2677)).

Maka hal ini bukan menunjukkan pembatasan. Sembilan puluh sembilan nama bagi Allah ini adalah nama yang telah Dia khabarkan atau yang telah Dia ajarkan kepada makhlukNya, sedangkan yang lain disimpan di sisiNya dalam ilmu ghiabNya yang hanya Dia saja yang mengetahuinya. Inilah jalan menggabungkan kedua hadits tersebut.

Selanjutnya, sifat-sifat Allah سبحانه وتعالى lebih luas dari masalah nama-nama Allah. Karena setiap nama menunjukkan sifat tetapi tidak semua sifat dapat ditetapkan menjadi nama bagi Allah سبحانه وتعالى . Artinya diantara sembilan puluh sembilan nama yang telah disebutkan oleh Allah سبحانه وتعالى di dalam KitabNya untuk diriNya atau yang telah disebutkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلمmelalui hadits-haditsnya yang shahih, kesemuanya itu menunjukkan atau mengandung sifat pula bagi Allah. Contohnya : diantara nama Allah سبحانه وتعالى adalah Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (yang Maha Penyayang). Maka kedua nama ini menunjukkan sifat bagi Allah yaitu bahwasanya Allah سبحانه وتعالى memiliki sifat pengasih dan sifat penyayang. Adapun diantara sifat-sifat yang disebutkan oleh Allah سبحانه وتعالى di dalam KitabNya untuk diriNya atau apa yang telah disebutkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلمmelalui hadits-haditsnya yang shahih, maka tidak serta merta dapat dijadikan nama bagi Allah. Contohnya, Allah سبحانه وتعالى berfirman,

وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

“Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” (Ar-Rahman : 27)

Dalam ayat tersebut Allah menetepkan sifat bagi diriNya yaitu Wajhu (wajah). Dari sifat ini tidak dapat kemudian kita menetapkan nama bagi Allah dengan nama Al-Wajhu (Yang Maha Memiliki Wajah).

Kemudian dalam masalah sifat-sifat Allah سبحانه وتعالى ini, ada yang disebut dengan sifat Tsubutiyah yaitu setiap sifat yang ditetapkan Allah untuk diriNya di dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah yang menunjukkan sifat kesempurnaan. Contohnya : Al-Wajhu (wajah), Al-Yadain (dua tangan), Istiwa alal ‘Arsy (Bersemayam di atas ‘Arsy), Al-Hayah (hidup) dan lain-lain.
Allah سبحانه وتعالى berfirman,

قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ

“Wahai Iblis apakah yang menghalangi kamu untuk sujud kepada yang telah Kuciptakan dengan kedua tanganKu.” (QS. Shad : 75)

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

“Ar-Rahman bersemayam di atas Arys.” (QS. Thaha : 5)

اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ

“Allah, Tidak ada Ilah selain Dia. Yang Maha Hidup, Yang terus-menerus mengurus (makhlukNya).” (QS. Al-Baqarah : 255)

Kemudian ada yang disebut dengan sifat Salbiyah yaitu setiap sifat yang dinafikan Allah bagi diriNya di dalam Al-Qur’an atau as-Sunnah karena menunjukkan kekurangan atau cela bagi Allah. Contohnya : Al-Maut (mati), An-Naum (tidur), Al-Jahlu (bodoh), An-Nisyan (lupa), Al-Ajzu (lemah), At-Ta’ab (lelah), beranak dan diperanakkan.

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لاَ يَمُوتُ

“Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Hidup (kekal), Yang tidak mati.” (QS. Al-Furqan : 58)

اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ

“Allah, Tidak ada Ilah selain Dia. Yang Maha Hidup, Yang terus-menerus mengurus (makhlukNya), tidak mengantuk dan tidak tidur.” (QS. Al-Baqarah : 255)

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ

“(Allah) tidak beranak dan tidak (pula) diperanakkan.” (QS. Al-Ikhlash : 3)

Adapun sifat Tsubutiyah terbagi menjadi dua bagian,
Pertama, Sifat Dzatiyah yaitu sifat yang senantiasa ada dan selamanya ada pada Allah. Seperti, Al-Ilmu (mengetahui), Al-Hayah (hidup) Al-Qudrah (berkehendak), As-Sam’u (mendengar), Al-Bashar (melihat), Al-‘Izzah (mulia), Al-Hikmah (bijaksana), Al-‘Uluw (tinggi) dan Al-‘Azhamah (agung).

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ

“…Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata…” (QS. Al-Hasyr : 22)

هُوَ الْحَيُّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ

“Dialah Yang hidup kekal, tiada Ilah melainkan Dia…” (QS. Ghafir : 65)

إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

“Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa : 58)

Kedua, Sifat Fi’liyah yaitu sifat-sifat Allah yang berhubungan dengan perbuatanNya; Jika berkehendak, maka Dia akan melakukan, dan jika tidak, maka Dia tidak melakukan. Seperti, Allah bersemayam di atas Arsy, turun ke langit dunia, dan lain-lain.**

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas Arsy.” (QS. Al-A’raf : 54)

اللَّهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ

“Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy.” (QS. Ar-Rad : 2)

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكِ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيلِ الاَخِرُ فَيَقُولُ : مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبُ لَهُ مَنْ يَسْأَلْنِي فَأُعْطِيهِ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرُ لَهُ فَلاَ يَزَالُ كَذَلِكَ حَتَّى يُضِيءَ الفَجْرُ

“Allah turun ke langit dunia setiap malam pada sepertiga malam terakhir. Allah lalu berfirman, ‘Siapa yang berdo’a kepadaKu niscaya Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepadaKu niscaya Aku beri. Siapa yang meminta ampun kepadaKu tentu Aku ampuni.’ Demikianlah keadaannya hingga fajar terbit.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 145, dan Muslim no. 758)

Demikianlah penjelasan singkat tentang Tauhid, semoga bermafaat.




---------------------------------
Catatan kaki :

* Ta’thil adalah menolak menetapkan nama dan sifat bagi Allah سبحانه وتعالى.
Alasan mereka yang melakukan ta’thil adalah karena dengan menetapkan nama dan sifat bagi Allah, berarti menyamakan Allah سبحانه وتعالى dengan makhlukNya, padahal Allah سبحانه وتعالى telah berfirman,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia.” (QS. Asy-Syura : 11).

Jawabannya, sesungguhnya Allah سبحانه وتعالى telah berfirman dalam kelanjutan ayatNya ini,

وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura : 11)

Perhatikan, setelah Allah menyatakan bahwa tidak ada yang serupa denganNya, Diapun menetapkan nama bagi diriNya yaitu As-Sam’i (Yang Maha Mendengar) dan Al-Bashir (Yang Maha Melihat) dan telah menetapakan pula sifat bagi diriNya yaitu sifat mendengar dan sifat melihat. Maka kitapun menetapkan nama dan sifat itu bagi Allah sebagaimana Dia telah menetapkannya untuk diriNya dan kemudian kedua sifat itu tidak kita serupakan dengan maklukNya, artinya sifat mendengar dan melihat bagi Allah tidak sama dengan sifat mendengar makhlukNya, karena Dia telah berfirman, “Tidak ada yang serupa dengan Dia.”

Takwil adalah memalingkan makna zhahir nash kepada makna yang lain.
Contohnya :
Allah سبحانه وتعالى berfirman,

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

“Ar-Rahman bersemayam di atas Arys.” (QS. Thaha : 5)

Kata-kata “istiwa” yang berarti bersemayam, ditakwil menjadi “istawla” yang berarti menguasai. Alasan mereka melakukan takwil pada ayat ini adalah untuk menyatakan bahwasanya tidak boleh menunjukkan Allah سبحانه وتعالى itu berada di suatu tempat. Sesungguhnya Allah itu berada di mana-mana dan Arsy berada di bawah kekuasaanNya.

Jawabannya, Merubah makna zhahir nash kepada makna yang lain berarti merubah kalimat-kalimat Allah tanpa ada izin dariNya, dan ini merupakan kelancangan terhadap Allah سبحانه وتعالى. Sesungguhnya Allah telah berbicara dengan menggunakan bahasa Arab yang jelas yang tidak mengandung teka-teki. Kalau sekiranya yang dimaksudkan dari ayat tersebut seperti apa yang mereka inginkan, niscaya Allah akan berbicara seperti dengan itu pula. Jadi, Jalan yang selamat adalah menetapkan lafazh-lafazh nama dan sifat Allah سبحانه وتعالى sebagaimana datangnya bunyi ayat tersebut secara zhahirnya. Allah سبحانه وتعالى telah mengkhabarkan kepada makhlukNya bahwa Dia bersemayam di atas Arsy, maka kitapun harus menerima pengkhabaran itu dan menetapkannya dengan tidak menyamakan cara bersemayamnya Allah dengan makhlukNya.

Takyif adalah menayakan bagaimana kaifiyah dari sifat-sifat Allah سبحانه وتعالى tersebut.
Contohnya seperti yang terdapat pada ayat di atas yang menyatakan bahwasanya Allah bersemayam di atas Arsy. Maka tidak usah ditanyakan, ‘bagaimana cara Allah bersemayam di atas ArsyNya?’ Atau seperti dalam ayat yang lain yang menyatakan bahwasanya Allah Maha mendengar lagi Maha Melihat. Maka inipun tidak usah ditanyakan ‘bagaimana cara Allah mendengar dan melihat?’ karena tidak ada yang bisa menjawabnya. Kenapa? karena Allah tidak mengkhabarkannya kepada kita kaifiyah dari sifat-sifatNya tersebut.

Tamtsil adalah menyerupakan sifat Allah سبحانه وتعالى dengan sifat makhlukNya.
Contohnya seperti dalam firman Allah سبحانه وتعالى,

قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ

“Wahai Iblis apakah yang menghalangi kamu untuk sujud kepada yang telah Kuciptakan dengan kedua tanganKu.” (QS. Shad : 75)

Dalam ayat tersebut Allah سبحانه وتعالى telah menetapakan sifat bagi dirinya, yaitu bahwasanya Dia memiliki dua tangan. Maka, kitapun menetapkannya. Dan kedua tangan bagi Allah tidak kita serupakan dengan tangan bagi makhlukNya atau dibayang-banyakan (difisualisasikan) dua tangan tersebut untuk Allah.

** Untuk lebih jelas tentang kaidah-kaidah memahami nama dan sifat Allah silahkan lihat Kitab Al-Qawa’idu Al-Mutsla fi Shifatillahi wa Asmaihil Husna, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.

About This Blog

"I dedicate this blog to myself personally and to my brothers the other as an advice that can bring us closer to Allah.

I hope this blog can provide many benefits to humankind, especially to improve the quality of our faith in Allah."

About Me

"I am a Muslim, and I am proud to be a Muslim. I am very grateful to my Lord because He has made me a Muslim. I also gained will always beg Him for he always makes me a Muslim until I meet Him in the wilderness masyhar. I really love my religion, therefore, I will fight for it with gusto. if you are a Muslim and also love your religion, then we will meet in a state of loving. But if you are against me and my religion, then we'll be seeing in the field of jihad. whoever you are!!!"

Total Tayangan Halaman