Muhammad Yusrinal

Yang Terbaik Diantara Kalian Adalah Yang Mempelajari Al-Qur'an Dan Yang Mengajarkannya

1. Karena merupakan kewajiban bagi setiap muslim

Menuntut ilmu syar’i merupakan salah satu kewajiban dari kewajiban-kewajiban yang Allah bebankan kepada umat ini. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

طَلَبُ العِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلى كُلِّ مُسْلِمين

”Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim” (HR. Ibnu Majah)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, ”Menuntut ilmu syar’i adalah fardhu kifayah, kecuali hal-hal yang wajib bagi setiap manusia. Seperti, setiap orang wajib menuntut ilmu tentang hal-hal yang diperintahkan Allah dan yang dilarangNya; karena sesungguhnya hal (seperti) ini wajib (fardhu ’ain) atas setiap manusia.” (Majmu’ Fatawa XXVIII/80).


Bahkan ancaman yang keras ditujukan bagi setiap kaum muslimin yang melalaikan kewajiban ini. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab رحمه الله berkata, ”Bahwa pembatal keIslaman kesepuluh adalah : Berpaling dari dinullah (agama Allah). Tidak mau mempelajarinya dan tidak mau mengamalkannya. Allah سبحانه وتعالى berfirman,

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآَيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنْتَقِمُونَ

”Dan siapakah yang lebih zholim daripada orang-orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Rabnya, kemudian ia berpaling darinya? Sesungguhnya Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang berdosa.” (QS. As-Sajadah : 22).”

Syaikh Sulaiman bin Nashir bin Abullah Al Ulwan berkata : Yang dimaksud dengan berpaling yang merupakan salah satu dari pembatal keIslaman itu adalah berpaling dari mempelajari pokok agama yang dengannya seseorang menjadi muslim, sekalipun ia jahil (tidak tahu) tentang hal-hal yang bersifat rinci, karena hal ini hanya dapat dipenuhi oleh para ulama.

Al Allamah Asy Syaikh Abdul Lathif bin Abdurrahman bin Hasan pernah ditanya tentang masalah ”berpaling” yang menjadi salah satu dari pembatal keIslaman, lalu beliau menjawab : Adapun jika pokok keimanan yang menjadikan seseorang itu masuk kedalam Islam itu tidak ada, dan ia berpaling dari pokok keimanan itu secara penuh, maka ia berarti telah kafir dalam bentuk kekufuran yang disebut kufur I’radh. Termasuk dalam kategori ini adalah orang yang disebutkan oleh Allah سبحانه وتعالىmelalui FirmanNya,

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإِِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آَذَانٌ لاَ يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالأََنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

”Dan sungguh, akan Kami isi neraka jahannam banyak dari kalangan jin dan manusia. mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah) dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakan untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti hewan-hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” (QS. Al-A’raf : 179).

Dan juga Firman Allah سبحانه وتعالى,

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيرًاقَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آَيَاتُنَا فَنَسِيتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى

”Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu maka sungguh dia akan menjalani kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Dia berkata, ’Ya Tuhanku, mengapa Engkau kumpulkan aku dalam keadaan buta, padahal dahulu aku dapat melihat?’ Dia (Allah) berfirman, ’Demikianlah, dahulu telah datang kepada kamu ayat-ayat kami dan kamu mengabaikannya, jadi begitu (pula) pada hari ini kamu diabaikan’.” (QS. Thaha : 124-126).

Al Allamah Ibnul Qoyyim رحمه الله dalam kitab Madarij As Salikin berkata : ”Kufur akbar itu ada lima macam”. Setelah menyebutkan masing-masing maka selanjutnya beliau berkata : ”Yang namanya kufur I’rah itu adalah berpalingnya seseorang dengan telinga dan hatinya dari Rasul, tidak membenarkannya dan tidak pula mendustakannya, tidak membelanya dan tidak pula memusuhinya dan tidak mau sama sekali mendengarkan ajaran yang dibawa oleh Rasul.” (Lihat At-Tibyan, Syarh Nawaqidh Al-Islam li Al-Imam Mujaddid Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab, Syaikh Sulaiman bin Nashir bin Abdullah Al-Ulwan)

Oleh karena itu seorang muslim harus bersungguh-sungguh terhadap kewajiban yang satu ini. Dan tidaklah ada kata terlambat dalam hal ini. Syaikh Masyhur Salman ketika ditanya tentang masalah ini, yakni bagaimana menuntut ilmu bagi yang sudah tua? Maka beliau menjawab : ”Barang siapa yang tidak belajar dimasa kecilnya kemudian sadar setelah tua, aku bertanya, berapa sebenarnya umurnya? 40 tahunkan? Rasulullah sendiri sebagai contoh bagi manusia diutus ketika berumur 40 tahun, Al-Qadhi Iyadh mulai menuntut ilmu setelah berumur lebih dari 40 tahun. Sholih bin Kaisan salah seorang pendidik Imam Az Zuhri di sekolah, jika kita membaca shohihain kita akan menemukan puluhan hadits yang diriwayatkan Sholih bin Kaisan dari Imam Az-Zuhri. Dia mulai menuntut ilmu setelah berumur lebih dari 70 tahun.”

Kemudian sampai kapan kita akan menuntut ilmu? Imam Ahmad menjawab, ”Bersama pena kita masuk ke liang lahat.” Demikianlah, kita menuntut ilmu sepenjang hayat kita. bahkan umur kita yang terbatas ini tidak akan cukup untuk mempelajari seluruh ilmu ini yang diibaratkan bagaikan samudera yang tak bertepi.

Dan didalam menuntut ilmu hendaknya kita mendatangi majelis-majelis ilmu. duduk di hadapan ahli ilmu untuk mengambil ilmu dari mereka. Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi ketika ditanya apakah buku-buku dapat dijadikan pengganti hadir di majelis-majelis ilmu? Beliau menjawab : ”Sebenarnya tidak mungkin dengan memperbanyak kitab-kitab bisa menggantikan majelis-majelis ilmu, karena kitab merupakan sarana pembantu pada majelis-majelis ilmu dan untuk para penuntut ilmu. Adapun dengan memperbanyak kitab-kitab berbeda dengan hadir di majelis ilmu, karena apa yang di dapat di majelis ilmu sangat berbeda dengan yang didapat dari kitab. Di majelis ilmu bisa didapatkan pendidikan, budi pekerti, bisa mendengarkan perkataan yang baik dari seorang pengajar, dari seorang yang ahli yang mengajarkan dan membimbing anda. Dan tidak boleh seorang mempelajari sebuah kitab tanpa bimbingan langsung ahli ilmu dan para ulama.” (Lihat VCD Memakmurkan Masjid, Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi)

2. Untuk mengangkat kebodohan dari diri-diri kita.

Tidak disangsikan lagi bahwa manusia pada awalnya adalah bodoh dan tidak mengenal apapun. Allah سبحانه وتعالى berfirman,

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُونَ شَيْئًا

”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun.” (QS. An-Nahl : 78).

Kebodohan itu akan senantiasa menyertai anak manusia sepanjang siang dan malam sampai ia menghilangkannya dengan menunut ilmu. Rasulullah صلى الله عليه وسلم,

فَاِ نَّمَا شِفَا العِيِّ السُّؤَال

”Tidaklah lain obatnya kebodohan selain bertanya.” (HR. Ibnu Majah, Ahmad dan yang lainnya).

Dan ilmu itu tidak didapatkan hanya dengan angan-angan atau dengan banyaknya istirahat dan senda gurau. Akan tetapi ilmu itu diraih dengan semangat yang tinggi dan usaha yang keras.

Dan siapa yang tidak merasakan pahitnya menuntut ilmu sekejap pun
Niscaya dia meneguk hinanya kebodohan sepanjang hidupnya
Dan siapa yang ketinggalan belajar di masa mudanya
Maka ucapkanlah takbir empat kali kepadanya karena kematiannya

Syaikh Abdul Malik bin Muhammad Al-Qosim berkata, ”Berusaha mendapatkan ilmu tidak bisa dihasilkan hanya antara sore dan pagi harinya. Tidak mungkin seorang manusia menjadi alim diantara malam dan malam yang lain. Namun harus berusaha, sabar, memikul banyak buku, membelokkan tunggangannya di majelis-majelis ilmu dan senantiasa menghafal dan mengulanginya. Karena sesungguhnya pada yang demikian itu harus ada kesungguhan, perjuangan kesabaran dan ketekunan. Sangat sedikit orang yang mendatangi airnya dan bisa menahan sabar atas hari-harinya yang panjang. Karena alasan yang seperti inilah sangat sedikit orang alim dan banyak orang-orang bodoh yang pada hakekatnya mereka sudah mati dengan kebodohan mereka dan tiada memiliki ilmu.” (Waratsatul Anbiya’).

Abu Darda’ رضى الله عنه berkata, ”Jikalau satu ayat dari Al-Qur’an menyusahkan saya (pemahamannya), lalu saya tidak menemukan orang lain yang bisa menjelaskannya kepadaku kecuali seorang lelaki di Bark al-Ghimad (nama satu tempat yang jarak diantaranya dan Mekkah perjalanan selama lima hari) niscaya saya berangkat kepadanya.” (As-Siyar 2/342).

3. Agar benar dalam kita menjalankan agama

Agama ini seluruhnya tegak diatas ilmu, yakni diatas wahyu yang diwahyukan oleh Allah kepada RasulNya yang mulia Muhammad صلى الله عليه وسلم, yang menjelaskan secara lengkap dan terperinci segala urusan, dari perkara aqidah, ibadah, muamalah dan akhlak. Dan wahyu itu adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka, apa saja yang datang dari keduanya itulah dinul Islam, sedangkan selainnya adalah kebatilan dan penyimpangan yang berujung pada kebinasaan dan kehinaan.

Allah سبحانع وتعالى berifirman,

فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى

“Jika datang kepadamu petunjuk dariKu, maka barang siapa mengikuti petunjukKu, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (QS. Thaha : 123).

Allah سبحانه وتتعالى berfirman,

اتَّبِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلاَ تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ

“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jangan sekali-kali kamu ikuti selain Dia sebagai pemimpin.” (QS. Al-A’raf : 3).

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضُِّلوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ نَبِيِّهِ

”Kutinggalkan di tengah-tengah kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh kepada keduanya kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah dan Sunnah RasulNya.” (HR. Malik 2/899, Ibnu Nashr dalam As-Sunnah 68, Al Hakim 1/93. Al-Albani menilai Hasan hadits ini dalam ta’liqnya terhadap kitab Al Misykat 186).

Ibnu Abbas رضى الله عنه berkata, ”Barang siapa yang mambaca Al-Qur’an dan mengikuti apa yang ada di dalamnya, maka Allah Ta’ala akan menunjukinya dari kesesatan.” (Al-Jami’ li Ahkami Al-Qur’an, IX/1).

Berkata Mua’adz bin Jabal رضى الله عنه, ”Dengan ilmu dapat terjalin silaturrahim, diketahui yang halal dan yang haram, ilmu adalah imamnya sedangkan amal pengikutnya, diberikan kepada orang-orang yang berbahagia dan tercegah dari orang-orang yang merugi.” (Muqaddimah Fil ’Ulum Asy-Syar’iyyah, hal.28).

Ibnul Jauzi رحمه الله berkata, ”Sesungguhnya menambah ilmu yang bermanfaat merupakan penyebab utama dalam menolak tipu daya setan. Setiap kali seorang hamba bertambah ilmunya yang bermanfaat -yang mewarisi sifat takut dan takwa kepada Allah- setiap kali pula bertambah keselamatannya dari godaan dan tipu daya setan.” (Shifatush Shafwah 2/332).

Seseorang hanya akan dapat menjalankan agama ini dengan benar ketika dia telah mempelajarinya dibawah bimbingan ahli ilmu. Barang siapa yang tidak menuntut ilmu maka agamanya akan tegak diatas angan-angan dan prasangka belaka. Allah سبحانه وتعالى berfirman,

وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لَا يَعْلَمُونَ الْكِتَابَ إِلَّا أَمَانِيَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ

”Dan diantara mereka ada yang buta huruf, tidak memahami Kitab, kecuali hanya berangan-angan dan mereka hanya menduga-duga.” (QS. Al-Baqarah : 78).

4. Untuk menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah

Allah سبحانه وتعلبى berfirman,

تِلْكَ آَيَاتُ اللَّهِ نَتْلُوهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَ اللَّهِ وَآَيَاتِهِ يُؤْمِنُونَ

”Itulah ayat-ayat Allah yang Kami bacakan kepadamu, maka dengan perkataan mana lagi mereka akan beriman setelah Allah dan ayat-ayatNya.” (QS. Al-Jatsiyah : 6)

Jika seseorang diingatkan dengan ayat-ayat Allah سبحانه وتعلبى ataupun hadits-hadits Rasulullah صلى الله عليه وسلم dia tidak beriman atau bertambah keimanannya, maka kepada selainnya apalagi. Maka jangan berharap kepada orang yang tidak menuntut ilmu itu akan dekat kepada Allah سبحانه وتعلبى. Dan Allah سبحانه وتعلبى pun telah menetapkan bahwasanya orang-orang yang takut kepadaNya hanyalah orang-orang yang berilmu.

Allah سبحانه وتعال berfirman,

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

”Hanyalah yang takut kepada Allah dari hamba-hambanya adalah para ulama.” (QS. Fathir : 28).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan, ”Khasyyah ialah rasa takut yang dilatarbelakangi pengetahuan terhadap kebesaran Dzat yang ditakutinya dan kesempurnaan kekuasaanNya.” (Syarhu Tsalatsatil Ushul).

Jundub bin Junabah رضى الله عنه berkata, ”Ketika kami masih anak-anak (mendekati dewasa) pernah bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم, maka kami pelajari masalah-masalah keimanan, baru kami mempelajari Al-Qur’an. Setelah kami mempelajari Al-Qur’an bertambahlah keimanan kami.” (Siyar A’lam an Nubala, III/175).

5. Untuk menjaga agama

Diantara sebab terpeliharanya agama ini adalah dengan dipelajari. Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengajarkan agama ini kepada para sahabat, kemudian sahabat mengajarkan kepada para tabi’in, dan tabi’in mengajarkan kepada generasi dibawahnya lagi, demikian seterusnya sampai hari ini sampai hari kiamat.

Jika sebuah generasi atau sekelompk masyarakat yang mereka tidak mempelajari agama ini secara baik, maka agama ini akan lenyap dari diri mereka dan mereka tidak akan mengenalnya melainkan hanya namanya saja.

Oleh karena itu Allah سبحانه وتعال melarang kita untuk pergi semuanya ke medan pereng. Tetapi hendaknya ada sebagaian orang yang tetap tinggal untuk menuntut ilmu. Allah سبحانه وتعالى berfirman, 

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

”Dan tidak sepatutnya orang-orang mu’min itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan diantara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali agar meraka dapat menjaga dirinya.: (QS. At Taubah : 122).

Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,

إِنَّ العُلَمَاءَ وَرثَةُ الأتْبِيَاءِ وَإِنَّ الأ نْثِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَرَّثُوْالْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذّهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍَ

”Sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, akan tetapi mereka hanyalah mewariskan ilmu. Maka barang siapa yang mangambilnya dia telah mengambil bagian yang sempurna.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan dihasankan oleh Al-Albani).

Al Hasan berkata, ”Mereka (para sahabat) berkata : ’Kematian seorang ulama adalah retaknya Islam, tidak ada yang bisa menambalnya selama malam dan siang masih silih berganti’.” (Diriwayatkan Ad Darimi 324, Ahmad 262, Ibnu Abdil Bar 1/153. Riwayat ini shahih).

Umar bin Khaththab رضى الله عنه berkata : ”Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu, manakala di dalam Islam terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliyahan.”

6. Untuk mencetak para pejuang dalam memperjuangkan agama.

Agama ini diperjuangkan oleh dua kelompok manusia, yaitu :
Pertama, para ulama yang mereka ini memperjuangkan agama dengan kekuatan hujjah (argumen) untuk membantah seluruh syubhat (kerancuan berpikir) yang diserukan para penyeru kesesatan baik dari kalangan kafirin ataupun munafiqin yang ingin menodai kemurnian agama yang suci ini.

Para ulama ini tidak turun begitu saja dari langit ataupun muncul dari dalam bumi. tetapi mereka lahir dari majelis-majelis ilmu yang mereka bergelut di dalamnya selama bertahun-tahun sehingga mereka keluar menjadi pelita bagi umat ini.

Kedua, Mujahid yang mereka ini memperjuangkan agama dengan senjata dari rong-rongan orang-orang kafir yang menggempur panji-panji Islam dengan senjata pula.

Dan untuk mendapatkan mujahid yang beriman dengan sebenarnya iman lagi bertakwa. Yang bertauhid serta jauh dari kesyirikan, kebid’ahan dan kemaksiatan, maka mereka hanya didapatkan di rumah diantara rumah-rumah Allah, yang mereka membaca Kitabullah dan mempelajarinya diantara mereka.

7. Salah satu jalan dari jalan-jalan untuk tetap istiqomah diatas ketakwaan kepada Allah سبحانه وتعالى.

Didalam menuntut ilmu syari’i, seseorang akan senantiasa mendengarkan perkataan-perkataan yang baik dan nasehat-nasehat berharga yang menyejukkan hati, terutama ayat-ayat Allah dan hadits-hadits dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم.

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ آَيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ

”Bagaimana kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu dan RasulNya pun berada diantara kalian?” (QS. Ali Imran : 101).

Ibnu Katsir رحمه الله berkata : ”Yakni bahwa kekufuran jauh dari kalian dan kalian terhindar darinya, karena ayat Allah turun kepada RasulNya, lalu Rasul membacakan serta menyampaikannya kepada kalian siang dan malam.” (Tafsir Al-Qur’an Al Karim).

Allah سبحانه وتعالى berfirman,

وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ

”Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pengasih (Al-Qur’an). Kami biarkan setan (menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya.” (QS. Az-Zukhruf : 36).

8. Untuk mencapai kemuliaan

Allah سبحنه وتعالى berfirman,

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

”Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat.” (QS. Al Majadilah : 11).

Allah سبحانه وتعالىjuga berfirman.

نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ

”Kami tinggikan derajat orang-orang yang Kami kehendaki.” (QS. Yusuf : 76). Imam Malik berkata (mengomentari ayat ini), ”Maksudnya (Kami tinggikan derajat mereka) dengan ilmu.” (Syarhus Sunnah karya Imam Al Baghawi 1 672).

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani رحمه الله berkata : ”Sesungguhnya sebab yang mendasar terjadinya kehinaan pada sebagian kaum muslimin adalah :

Pertama, karena kaum muslimin tidak mengenal lagi Islam yang diturunkan oleh Allah kepada NabiNya.
Kedua, sebagian besar kaum muslimin yang tahu tentang Islam tidak mau mengamalkannya bahkan mengabaikan dan menyia-nyiakannya.

Oleh karena itu agar kejayaan Islam terwujud kembali adalah dengan mempelajari ilmu yang bermanfaat serta mengamalkannya. Dan perkara yang sangat mulian ini tidak akan terwujud kecuali dengan mengamalkan manhaj tashfiyah wat tarbiyah (pemurnian dan pendidikan). Kedua hal tersebut merupakan kewajiban yang besar.

Pertama : Memurnikan aqidah Islam dari kesyirikan, penentangan terhadap sifat-sifat Allah dan penta’wilannya, penolakan hadits-hadits shahih yang berkaitan dengan aqidah dan yang lainnya. Memurnikan fiqih Islam dari ijtihad-ijtihad yang salah, yaitu yang menyelisihi Al-Qur’an dan As Sunnah, memerdekakan akal dari unsur taqlid dan ta’ashshub. Memurnikan kitab-kitab tafsir, fiqih, raqaiq dan lainnya dari hadits-hadits dha’if dan maudhu, israiliyyat dan mungkar.

Kedua : Mendidik generasi Islam diatas agama Islam yang telah dimurnikan tadi, dengan pedidikan Islam yang benar semenjak usia dini yang tidak terpengaruh oleh pendidikan model barat yang sarat dengan kekufuran.”

”Inilah satu-satunya jalan yang telah ditegaskan oleh banyak nash dari kitab dan sunnah, seperti Firman Allah :

إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

”Jika kalian membela agama Allah, maka Allah akan menolong kalian dan mengokokohkan kedudukan kalian.” (QS. Mahammad : 7).

Dan sudah disepakati oleh para ulama bahwa makna ”Jika kalian menolong agama Allah”, adalah jika kalian mengamalkan apa yang Allah perintahkan niscaya Allah menolong kalian atas musuh-musuh kalian.”

9. Karena kita akan berda’wah

Agama ini harus senantiasa dida’wahkan kepada manusia seluruhnya. Dan tidak ada bekal yang paling utama bagi seseorang yang hendak menda’wahkan agama ini kecuali dia harus paham terhadap apa yang ia da’wahkan.

Allah سبحانه وتعالى berirman,

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

”Katakanlah, ’Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kepada Allah diatas bashirah (hujjah yang nyata). Maha suci Allah. Dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik’.” (QS. Yusuf : 108).

Ibnu Katsir berkata : ”Allah Ta’ala berfirman kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم dengan menyuruhnya agar dia memberitahukan kepada manusia dan jin bahwa ini merupakan jalannya, yakni jalan, jalur dan sunnahnya, yakni seruan kepada penyaksian bahwa tiada Ilah melainkan Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya. Dia menyerukan hal itu dengan bertumpu pada dalil, keyakinan dan argumentasi. Setiap orang yang mengikuti Rasulullah صلى الله عليه وسلم menyeru pula kepada yang diserukan oleh RasulNya diatas hujjah, keyakinan dan dalil yang bersifat aqli dan syar’i.” (Tafsir Ibnu Katsir)

10. Merupakan kebutuhan

Imam Ahmad رحمه اللهberkata : ”Manusia lebih butuh ilmu dari pada makan dan minum. Karena seseorang butuh makan dan minum sekali atau dua kali sehari, tetapi kebutuhannya terhadap ilmu sepanjang hayatnya.” (Madarijus Salaikin, 2/490).

Inilah 10 point penting mengapa kita menuntut ilmu Syar’i. Semoga bermanfaat.

About This Blog

"I dedicate this blog to myself personally and to my brothers the other as an advice that can bring us closer to Allah.

I hope this blog can provide many benefits to humankind, especially to improve the quality of our faith in Allah."

About Me

"I am a Muslim, and I am proud to be a Muslim. I am very grateful to my Lord because He has made me a Muslim. I also gained will always beg Him for he always makes me a Muslim until I meet Him in the wilderness masyhar. I really love my religion, therefore, I will fight for it with gusto. if you are a Muslim and also love your religion, then we will meet in a state of loving. But if you are against me and my religion, then we'll be seeing in the field of jihad. whoever you are!!!"

Total Tayangan Halaman