Mengingat banyaknya orang yang menyerang aqidah dan manhaj Imam Muhammad bin Abdul Wahhab karena terdorong oleh nafsu atau kebodohan atau kedua-duanya, serta maraknya isu bohong dan tuduhan yang dilancarkan terhadap dakwah ini maupun para pengikutnya, dalam kesempatan ini saya ingin mengemukakan salah satu risalah beliau yang mengungkapkan tentang aqidah, manhaj dan sikap beliau menanggapi berbagai isu atau tuduhan minor tentang beliau. Risalah inilah yang pernah beliau kirimkan kepada penduduk Al-Qashim.
Kesetiaan beliau terhadap aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Beliau mengatakan [1] :
“Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah. Saya bersaksi kepada Allah, kepada malaikat yang berada di sekeliling saya, dan kepada kalian semua bahwa saya meyakini seperti yang diyakini golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah selaku golongan yang selamat, yakni ; iman kepada Allah, kepada malaikat-malaikatNya, kepada kitab-kitabNya, kepada rasul-rasulNya, kepada peristiwa kebangkitan kembali setelah kematian, dan kepada takdir yang baik maupun buruk. Termasuk iman kepada Allah ialah iman kepada pernyataan Allah tentang diriNya dalam Al-Qur’an lewat lisan Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam tanpa mengubah dan menghilangkan sifat-sifat Allah. Bahkan, sayapun yakin bahwasanya tidak ada sesuatu yang menyerupai Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Saya tidak akan menafikan pernyataan Allah tentang diriNya, tidak akan mengubah perkataan dari tempat-tempatnya, tidak akan mengingkari nama serta ayat-ayatNya, tidak akan merekayasa bentuk, dan tidak akan menyemakan sifat-sifatNya dengan sifat-sifat makhlukNya. Sebab, sesungguhnya tidak ada sesuatupun yang setara dengan Allah, tidak ada yang menyekutukanNya dan tidak ada yang menyemaiNya.
Sesungguhnya Allah Ta’ala Maha Mengetahui terhadap diriNya dan hamba-hambaNya. Firman Allah itu Maha Benar dan yang paling baik ucapannnya. Allah bersih dari segala apa yang dikatakan dan digambarkan oleh orang-orang kafir. Allah Ta’ala berfirman :
‘Maha Suci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam’. (QS. Ash-Shaffat : 180-182).”
Untuk menjelaskan posisi beliau di tengah-tengah golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, beliau mengatakan :
“Dalam hal menilai tindakan-tindakan Allah, posisi Firqah An-Najiah (golongan yang selamat) itu berada di tengah-tengah antara golongan Qadariyah dan golongan Jabriyah. Dalam hal menilai ancaman, posisi mereka berada di tengah-tengah antara golongan Murji’ah dan golongan Wa’idiyah. Dalam hal iman dan agama, posisi mereka berada di tengah-tengah antara golongan Haruriah dan golongan Mu’tazilah atau antara golongan Murji’ah dan golongan Jahmiyah. Dalam hal memperlakukan para sahabat Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam, posisi mereka itu di tengah-tengah antara golongan Rafidhah dan golongan Khawarij.”
Untuk menjelaskan tentang kesetiaannya terhadap Aqidah kaum salaf dalam masalah Al-Qur’an, beliau mengatakan :
“Saya yakin sesungguhnya Al-Qur’an itu Kalamullah yang diturunkan, bukan makhluk. Ia datang dariNya dan akan kembali kepadaNya. Ia difirmankan oleh Allah dalam arti secara hakikat. Allah menurunkannya kepada hamba sekaligus RasulNya, yakni Nabi kita Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam.”
Selanjutnya, beliau mengakui tentang kebenaran takdir. Beliau berkata :
“Saya percaya bahwa sesungguhnya Allah itu Maha Berbuat terhadap apa saja yang Dia kehendaki. Tidak ada sesuatupun yang terjadi tanpa kehendakNya, tidak ada sesuatupun yang keluar tanpa keinginanNya, tidak ada sesuatupun di dunia ini yang keluar dari ketentuanNya, tidak ada sesuatupun yang lepas dari pengaturanNya, tidak ada seorangpun yang bisa lolos dari takdir yang telah ditentukanNya, dan tidak ada sesuatupun yang bertentangan dengan apa yang telah Dia tuliskan dalam Lauhul Mahfuzh.”
Mengenai aqidah beliau tentang yang terjadi setelah kematian, beliau berkata :
“Saya mempercayai semua yang dikabarkan oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam tentang apa yang akan terjadi setelah kematian. Saya percaya adanya siksa dan nikmat kubur. Saya percaya kelak roh-roh akan dikembalikan ke jasadnya masing-masing. Saya percaya kelak manusia akan menghadap kepada Allah Tuhan seru semesta alam dalam keadaan telanjang kaki, telanjang aurat dan tanpa dikhitan. Posisi matahari sangat dekat dengan mereka, lalu neraca-neraca terpasang untuk menimbang amal mereka. ‘Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)nya, mereka itulah orang-orang yang mendapat keuntungan. Barangsiapa yang ringan timbangannya, mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam Nereka Jahannam.’ (QS. Al-Mu’minun : 102-103). Buku-buku catatan amalpun disebar. Lalu, ada yang menerimanya dengan tangan kanan dan ada pula yang menerimanya dengan tangan kiri.”
Mengeni aqidah tentang Telaga Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam, beliau berkata :
“Saya percaya adanya telaga Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam yang akan terlihat pada Hari Kiamat kelak. Warna airnya lebih putih dari susu, rasanya lebih manis dari madu, dan bejana-bejananya sebanyak jumlah bintang-bintang di langit. Barangsiapa meminumnya satu teguk saja, ia tidak akan kehausan selama-lamanya. Sayapun percaya adanya jalan yang di pasang di tepi jurang Jahannam. Manusia akan melewatinya sesuai dengan kadar amal masing-masing.”
Beliau percaya akan syafaat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam. Beliau berkata :
“Saya percaya syafaat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam. Beliau adalah yang pertama memberikan syafaat, dan diberikan syafaat. Tidak ada yang mengingkari syafaat Nabi Shalallahu alaihi wa sallam selain orang-orang ahli bid’ah dan orang yang sesat. Tetapi, syafaat tersebut hanya diberikan kepada orang yang telah diridhai oleh Allah, seperti yang difirmankan oleh Allah Ta’ala :
‘Mereka tiada memberi syafaat, melainkan kepada orang yang diridhai Allah...’ (QS. Al-Anbiya’ : 28)
‘Siapa yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izinNya?’ (QS. Al-Baqarah : 155)
‘Barapa banyak malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai(Nya).’ (QS. An-Najm : 26)
Ridha Allah hanya diberikan kepada orang-orang yang mengesakanNya. Adapun orang-orang musyrik yang mempersekutukanNya, mereka tidak berhak mendapatkan syafaat, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
‘Maka, tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat.’ (QS. Al-Mudatstsir : 48)
Mengenai aqidah beliau tentang surga, neraka dan melihat Allah, beliau berkata :
“Saya yakin bahwa sesungguhnya surga dan neraka adalah makhluk. Sekarang ini keduanya sudah ada, dan tidak akan lenyap. Sesungguhnya pada hari kiamat nanti orang-orang yang beriman akan dapat melihat Tuhan mereka dengan mata kepalanya, seperti mereka melihat bulan di malam purnama. Mereka akan melihatNya dengan jelas.”
Mengenai aqidah beliau tentang nubuwat terakhir Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam berikut kerasulan dan kenabiannya, beliau berkata :
“Saya percaya bahwa sesungguhnya Nabi kita Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam adalah Nabi sekaligus Rasul terakhir. Seseorang tidak dianggap beriman sebelum ia mempercayai kerasulan dan memberi kesaksian atas kenabiannya.”
Mengenai aqidah beliau tentang sahabat dan ummahatul mukminin, beliau berkata :
“Sesungguhnya sebaik-baik umat ialah Abu Bakar Ash-Shiddiq, lalu Umar Al-Faruq, lalu Utsman bin Affan ‘Dzun Nurain’, lalu Ali bin Abi Thalib Al-Murtadha, lalu sepuluh orang sahabat sisanya yang dijamin masuk surga, lalu para veteran perang Badr, lalu shabat yang ikut Bai’at Ridwan di bawah pohon, lalu sahabat Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam yang lainnya. Saya menyayangi mereka, menyebut kebaikan-kebaikan mereka, mendoakan mereka agar selaln mendapatkan ridah Allah, memohonkan ampunan bagi mereka, menutup mata dari keburukan-keburukan mereka, dan mendiamkan saja tentang perselisihan yang terjadi diantara mereka. Saya juga meyakini keutamaan mereka, berdasarkan firman Allah Ta’ala :
‘Orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, ‘Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman terlebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang’.’ (QS. Al-Hasyr : 10)
Saya ridha dengan ummahatul mukminin yang mereka bersih dari segala keburukan.”
Mengenai aqidah beliau terhadap para wali dan karamahnya, beliau berkata :
“Saya mengakui karamah para wali dan daya khayaf yang mereka miliki. Namun, bagaimanapun keadaan mereka tidak boleh disejajarkan dengan Allah dan tidak boleh diminta sesuatu yang tidak kuasa mereka berikan, kecuali oleh Allah.”
Menganai aqidah beliau terhadap kaum muslimin dan tidak menghukumi mereka kafir, beliau berkata :
“Saya tidak berani memberikan kesaksian kepada seseorang pun bahwa ia dijamin masuk surga atau neraka, kecuali orang yang telah diberikan kesaksian oleh Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam. Tetapi, saya menaruh harapan kepada orang yang baik dan mengkhawatirkan orang yang jahat. Saya juga tidak pernah menghukumi kafir seseorang karena melakukan suatu dosa, atau menetapkan ia telah keluar dari Islam.”
Mengenai aqidah beliau tentang jihad bersama kaum muslimin dan shalat di belakang mereka, beliau berkata :
“Menurut saya, jihad itu bisa dilaksanakan bersama setiap imam, yang shalih maupun yang fasiq. Shalat jama’ah di belakang mereka hukumnya boleh. Jihad itu diperintahkan semenjak Allah mengutus Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam sampai manusia yang terakhir diantara umat ini diperangi oleh Dajjal. Jihad tidak boleh berhenti oleh kezhaliman orang yang zhalim dan keadilan orang yang adil.”
Mengenai aqidah beliau tentang mendengar dan taat kepada pemimpin kaum muslimin, beliau berkata :
“Saya berpendapat, wajibnya mendengar dan taat kepada para pemimpin kaum muslimin yang shalih maupun fasiq, sepanjang mereka tidak menyuruh berbuat durhaka kepada Allah. Barangsiapa diangkat sebagai khalifah atas kesepakatan kaum muslimin dengan sukarela kendatipun dengan menggunakan kekuatan pedang, ia wajib ditaati dan haram keluar dari ketaatan kepadanya.”
Mengenai sikap beliau terhadap ahli bid’ah, beliau berkata :
“Menurut saya, ahli bid’ah harus dijauhi sampai mereka mau bertaubat. Saya menghukumi mereka berdasarkan lahiriahnya, dan menyerahkan urusan batin mereka kepada Allah. Saya yakin, sesungguhnya setiap yang diada-adakan dalam urusan agama itu bid’ah.”
Mengenai aqidah beliau tentang iman, beliau berkata :
“Saya percaya, sesungguhnya iman ialah ucapan lisan, mengamalkan dengan anggota tubuh, dan meyakini dengan hati. Iman itu akan bertambah berkat ketaatan dan akan berkurang berkat kemaksiatan. Iman itu ada tujuh puluh lebih cabang. Yang paling tinggi ialah kesaksian bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan yang paling rendah ialah menyingkirkan sesuatu yang dapat mengganggu dari jalan. Menurut saya, wajib hukumnya memerintah kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, berdasarkan apa yang telah ditentukan oleh syari’at Muhammad yang suci. Ini adalah aqidah ringkas yang saya simpulkan dengan sepenuh hati supaya kalian dapat melihat apa yang ada pada saya. Allah adalah saksi atas apa yang kita katakan.”
Mengenai upaya beliau menolak tuduhan-tuduhan dusta yang dikatakan orang-orang, beliau berkata :
“Saya rasa kalian semua tahu kalau saya sudah mendengar tentang sepucuk surat Sulaiman bin Suhaim [2] yang dikirimkan kepada kalian yang menjelek-jelekkan saya. Beberapa orang terpelajar kalian menerima dan membenarkannya. Tetapi sesungguhnya Allah mengetahui orang yang membikin kebohongan hal-hal yang tidak pernah saya katakan karena sebagian besar tidak benar.
Diantaranya :
1. Katanya, saya menolak kitab-kitab madzhab yang empat
2. Katanya, saya mengatakan bahwa manusia dari enam ratus tahun yang lalu itu semuanya sesat.
3. Katanya, saya menolak ijtihad
4. Katanya, saya keluar dari taklid
5. Katanya, saya mengatakan bahwa perselisihan para ulama itu merupakan adzab
6. Katanya, saya menghukumi kafir orang yang bertawassul kepada orang-orang shalih
7. Katanya, saya menganggap kafir Al-Bushairi disebabkan ia pernah mengatakan, ‘Wahai makhluk yang paling mulia.’
8. Katanya, saya pernah mengatakan, ‘Seandainya saya dapat menghancurkan cungkup Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam, pasti akan saya hancurkan.’
9. Katanya, saya pernah mengatakan, ‘Seandainya saya berwenang atas Ka’bah, niscaya saya ambil selubungnya, lalu saya ganti dengan selubung yang terbuat dari kayu.’
10. Katanya, saya mengharamkan ziarah kubur Nabi Shalallahu alaihi wa sallam
11. Katanya, saya mengingkari ziarah kubur kedua orang tua dan lainnya
12. Katanya, saya menghukum kafir orang yang bersumpah dengan selain Allah
13. Katanya, saya menganggap kafir Ibnul Faridh dan Ibnu Arabi
14. Katanya, saya membakar kitab Dala’il Al-Khirat dan kitab Raudhu Ar-Rayyahin, kemudian mengganti namanya dengan Raudhu Asy-Syayathin.”
Selanjutnya beliau berkata :
"Jawaban saya atas semua isu tersebut ialah, ‘Maha Suci Engkau ya Allah. Semua itu adalah dusta yang besar’. Dahulu juga ada orang yang memfitnah Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam. Katanya, beliau mencaci maki Isa bin Maryam dan mencaci maki orang-orang yang shalih. Hati mereka serupa karena kebohongan dan perkataan palsu tersebut. Allah Ta’ala berfirman :
‘Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman.’ (QS. An-Nahl : 105)
Mereka juga mendustakan Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam, katanya beliau pernah mengatakan, ‘Sesungguhnya para malaikat, Isa dan Uzair itu ada di neraka’. Kemudian, turunlah firman Allah Ta’ala :
‘Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka.’ (QS. Al-Anbiya’ : 101).”
Pembelaan beliau terhadap ucapan-ucapannya yang cocok dengan kebenaran dan dalil. Beliau mengatakan :
“Adapun masalah-masalah lainnya :
1. Katanya, saya mengatakan bahwa tidaklah sempurna iman seseorang sebelum ia mengetahui makna kalimat la ilaha illallah.
2. Katanya, saya bisa mengenali orang yang datang kepada saya dengan membawa makna kalimat tersebut
3. Katanya, saya menghukumi kafir orang yang bernadzar dengan maksud mendekatkan diri kepada selain Allah.
4. Sesungguhnya menyembelih binatang karena selain Allah adalah kufur, dan binatang tersebut haram dimakan.
Masalah-masalah ini sesungguhnya memang pernah saya katakan karena saya memiliki dalilnya dari Al-Qur’an, hadits, dan ucapan para ulama yang patut diikuti. Misalnya, imam empat madzhab yang sudah terkenal. Jika Allah memberikan kemudahan, saya akan beberkan jawabannya dalam risalah tersendiri, insya Allah.
Selanjutnya, ketahui dan renungkanlah oleh kalian firman Allah Ta’ala :
‘Hai orang-orang yang beriman! Jika datang kepadamu orang fasiq membawa suatu berita, periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya.’ (QS. Al-Hujarat : 6)” [3]
Dengan demikian jelas bahwa beliau benar-benar mengikuti aqidah salaf Ahli Sunnah wal Jama’ah dan terbebas dari segala tuduhan dusta yang dilontarkan oleh orang yang suka membikin kebohongan dan berbagai syubhat yang tidak jelas.
Catatan kaki :
[1] Risalah ini secara utuh terdapat dalam kitab Ad-Durar As-Sunniyah
[2] Salah seorang yang pertama-tama memusuhi dakwah
[3] Ad-Durrar As-Sunniyah (1/37)
(Islamiyah La Wahabiyah, Prof. Dr. Nashir bin Abdul Karim Al-Aql)