Ketika Usamah bin Zaid bersiap-siap untuk keluar di jalan Allah bersama pasukannya sesudah Rasul Shalallahu alaihi wa sallam wafat, keberangkatannya dilepas oleh Khalifah pertama, Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu.
Usamah menaiki hewan kendaraannya, sedang Abu Bakar berjalan kaki. Usamah pun berniat akan turun dari kendaraannya agar khalifahlah yang mengendarainya. Akan tetapi, Ash-Shiddiq berkata : “Jangan turun! Demi Allah, aku tidak mau naik. Apalah salahnya aku jika mendebukan telapak kakiku sesaat di jalan Allah.”
Saya dan anda berhenti untuk merenungkan kalimat ini seraya bertanya-tanya : Bagaimanakan pendapat anda, apakah hanya saat itu Ash-Shiddiq mula-mula mendebukan telapak kakinya? Bukankah ia pernah mendebukannya, bahkan sering sekali? Bukankah dia telah mendebukan telapak kakinya di Makkah saat penolong Islam sedikit, hubungan kekerabatan menegang, kenalan menjadi tidak mau kenal, dan banyak pihak yang merasa senang dengan penderitaan Islam?
Bukankah dia pernah mendebukan telapak kakinya dalam peperangan Badar, saat kematian merayap, kekafiran mendidih, dan arwah orang-orang mukmin berterbangan ke surga yang luasnya sama dengan langit dan bumi? Bukankah ia pernah mendebukan telapak kakinya di medan peperang Uhud, saat kedua barisan pasukan berhadapan dan banyak pedang yang patah di kepala para pahlawan, dan perang tanding mulai memuncak serta ketakutan mulai terlihat jelas?
Bukankah dia pernah mendebukan telapak kakinya saat ia mengarungi padang sahara Jazirah Arabia menuju ke medan Tabuk, sedang rasa lapar memenuhi perutnya, rasa haus mencekik lehernya, panas matahari yang terik terasa sampai kesemua pori-pori tubuhnya, dan debu memenuhi kedua lubang hidungnya?
Bukan ia pernah mendebukan telapak kakinya saat berangkat berpagi hari dan berpetang hari, menguak kegelapan cahaya pagi hari buta menuju ke shalat berjama’ah dan begitu pula saat menuju ke shalat Jum’at?
Inilah yang telah dilakukan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu anhu, lalu bagaimana dengan kita? Apakah yang telah kita lakukan? Bilakah kita mendebukan telapak kaki kita? Bilakah kita berjihad? Di mana kita melakukan peperangan dan di mana pengorbanan kita?
Biarkan pujian kepada Ash-Shiddiq menguak kegelapan malam
dan biarkan semua sebutan diukir untuknya
diurutan yang tertinggi
-Siyathul Qulub-