Muhammad Yusrinal

Yang Terbaik Diantara Kalian Adalah Yang Mempelajari Al-Qur'an Dan Yang Mengajarkannya

Prakata

Sebelum membahas pertanyaan-pertanyaan yang diarahkan untuk mempertuhankan Yesus dalam Al-Qur’an, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, terutama bagi mereka yang kurang memahami pemikiran semetik (Yahudi dan Arab)

Hal ini terlihat bagaimana orang-orang luar semetik seperti Yunani dan Romawi dan saat ini ikut-ikutan pula umat Kristiani, sering salah menginterpletasikan, baik sengaja atau tidak sengaja, bahasa-bahasa simbol atau bahasa-bahasa sanjungan untuk memuliakan seorang nabi atau rasul dalam Kitab Samawi (Taurat, Injil dan Al-Qur’an).
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh sahabat saya Kristiani, memperlihatkan bagaimana beliau terperangkap dalam menafsirkan pengertian-pengertian yang bersifat umum ke dalam pemahaman khusus, sehingga keluar dari pengertian yang sesungguhnya (Thierings, 1992).

Karen Amstrong, biarawati dan penulis internasional menjelaskan keterbatasan orang-orang Kristen memahami bahasa mulia Al-Qur’an dan Kitab samawi lainnya dalam bukunya Muhammad a Biography of the Prophet.

“Sangat sulit bagi seseorang yang dibesarkan dalam tradisi Kristen untuk memahami (Al-Qur’an) karena umat Kristiani tidak memiliki bahasa mulia. Bagi mereka, tubuh Yesuslah yang merupakan firman Allah, bukan apa yang tertulis dalam Alkitab, sehingga tidak ada sedikitpun kesucian pada teks Perjanjian Baru.”

Dari bukti sejarah yang diungkapkan oleh para pakar Alkitab dan sejarawan, memperlihatkan bagaimana umat Kristiani bukan hanya kurang memahami Al-Qur’an, tetapi malah sering salah menafsirkan berbagai ayat, ungkapan maupun istilah dalam kitab mereka sendiri, Alkitab, terutama mengenai Yesus dan Yahudi (Dawud, 1978; Thiering, 1992; Spong, 1996)

Kupasan

1. Yesus adalah firman Allah.

“...Yang diciptakan dengan kalimat-Nya...” (QS. Ali Imran : 44, An-Nisa : 171)

Al-Qur’an tidak mengenal Yesus sebagai Firman/Kalam/Logos. Pengertian Yesus sebagai Firman Hidup, bukan ajaran Al-Qur’an dan tidak pernah diajarkan oleh Yesus. Ajaran tentang Yesus sebagai Firman (Logos) dipetik dari filsafat penyembah berhala Platonis dan Stoic (Frost 1962; Tilich 1968; Lane 1984). Menurut filsafat ini, tuhan yang dipandang mulia dan sempurna tidak dapat berhubungan dengan manusia yang berdosa dan tidak sempurna. Untuk menyelamatkan manusia yang berdosa menurut ajaran penyembah berhala ini, tuhan memberikan Logos sebagai perantara antara tuhan dan manusia. Logos inilah yang akan menjadi juru selamat dan penebus dosa umat manusia dari pegadaian setan, untuk kemudian kembali bersatu dengan tuhan (similitudo). (Thilich 1968)

Kesalahan besar yang disengaja oleh Gereja di abad ke II adalah ketika mereka, tanpa seizin Allah dan tanpa sepengetahuan Yesus, besekongkol dengan para penyembah berhala yang membanjir masuk Kristen untuk menobatkan Yesus sebagai Logos penyembah berhala (Frost 1962; Lane 1984). Sebagai konsekuensi dari penobatan ini, ialah disematkannya berbagai embel-embel yang dimiliki Logos penyembah berhala kepada Yesus. (Biago 1992)

Untuk melengkapi penobatan ini, penyalin Injil Yohanes memasukkan Hymne Platonis sebagai pembukaan Injil Yohanes (The New Testament of New American Bible, 1970; Schonfield 1998). Belum puas dengan penambahan ayat-ayat ini, penyalin selanjutnya merobah anak kalimat “dan firman itu dari Allah” menjadi “dan firman itu adalah Allah” (The Kingdom Interlinear Translation Of The Greek Scriptuers, 1985; Dawud 1978). Sim salabim, Gereja, setelah berjuang mati-matian untuk mengangkat Yesus nabi bagi bani Israel menjadi Logos filsafat Yunani (perantara anatar Tuhan dan manusia), akhirnya “berhasil” melantik Yesus menjadi Tuhan melalui manipulasi pembukaan Injil Yohanes.

Naskah asli pembukaan Injil Yohanes (Yohanes 1 : 1) masih sempat dibaca oleh penulis terkenal dari Syria, Bar Disan (Bardisanes) sebelum dimusnahkan oleh Gereja. Dalam tulisannya yang berbahasa Syriac, dan beredar di akhir abad ke II, Bar Disan mengoreksi Gereja yang sengaja merubah hymne tersebut. Untuk ini Gereja yang ketahuan curangnya sangat marah dan salah seorang tokohnya, Santo Ephraim, mengutuk Bar Disan atas tulisannya.

Berikut ini saya sajikan kutukan Santo Ephraim terhadap Bar Disan dalam bahasa aslinya Syriac.

“Wai Lakh O dovya at Bar Disan. Dagreit l’Milta eithov d’Allahi. Baram khtabha d’akh ahkhan. Illa d’Miltha eithov Allahi”

(Terkutuk engkau hai Bar Disan yang malang. Bahwa engkau mengatakan “firman adalah dari Allah”! Tetapi Injil (yang dirobah sesuai keinginan Gereja) tidak menulis seperti itu, terkecuali bahwa “Firman itu adalah Allah”)

Memang sesudah itu, prkatis semua tulisan golongan Nasrani tauhid habis dimusnahkan. Namun kerja keras para sejarawan untuk mengungkap kebenaran tidak mungkin dibendung. Saat ini Gereja tentu tidak bisa lagi main kutuk-kutukan seperti di abad ke II, III dan IV, karena naskah-naskah Injil Yohanes yang memperlihatkan kecurangan ini sudah banyak terdapat di berbagai perpustakaan di dunia ini. Bukti kebenaran Bar Disan saat ini dapat disaksikan dalam :

a. The New Testament, In An Improved Version, Upon The Basic Of Archbishop Newcome’s New Translation; With a Corrected Text, London, 1808.
b. The Monotessaron; or, The Gospel History, According to The Four Evangelists, by John S. Thompson, Baltimore, 1829.
c. The Emphatic Diaglott (J21, Interlinear reading), by Benjamin Wilson, New York and London, 1864., Dan masih banyak lagi yang lain.

Sejak kampanye dan pemalsuan ayat-ayat ini, Yesus sebagai Nabi Bani Israel, sudah harus memangku berbagai jabatan penyembahan berhala yang baru sebagai :
a. Perantara antara tuhan dan manusia
b. Juruselamat
c. Penebus dosa
d. Firman Hidup, dll.

Malah lebih parah lagi, pada sidang Gereja di Nicea yang dimulai tanggal 20 Mei 325, atas inisiatif kaisar Romawi (Constantine) bersama Gereja, diterbitkanlah SK Ketuhanan Yesus (Lane 1984; Cave 1997). Sejak saat itu, Kaisar Romawi secara resmi melantik Yesus menjadi Tuhan selain Tuhan Allah, yang keduanya harus diakui sebagai satu zat (homoousius) (Lane 1984; Tillich 1968).

Sementara pengertian ayat-ayat Al-Qur’an di atas adalah bahwa Yesus diciptakan oleh Allah melalui “kalimat” dari Allah (kalimatuhu) yakni “Kun” (jadilah). Penciptaan melalui “Kun” ini tidak hanya terbatas kepada Yesus, tetapi untuk segala makhluk.

“Sesungguhnya misal penciptaan Isa di sisi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman ‘Jadilah’ (seorang manusia) maka jadilah dia.” (QS. Ali Imran 59)

“...demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendakiNya. Apabila Allah berkehendak menciptakan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata ‘Jadilah’, lalu jadilah dia.” (QS. Ali Imran : 47)

2. Yesus adalah Roh Allah

“...dan (dengan tiupan) roh dari-Nya...” (QS. An-Nisa : 171)
Al-Qur’an tidak pernah mengajarkan bahwa Yesus adalah Roh Allah (Allah itu sendiri). Demikian pula Yesus tidak pernah mengajarkan kepada murid-muridnya bahwa dirinya adalah Roh Allah.

Ceritera kelahiran Yesus dalam Injil Matius dan Injil Lukas adalah ciptaan orang-orang Romawi untuk para penyembah berhala di Romawi (Dimont 1994). Ceritera ini baru diciptakan kemudian oleh penulis Injil Matius dan Injil Lukas untuk mendukung ajaran penyembah berhala tentang Anak Allah yang diajarkan Paulus.

Buktinya, Injil Markus yang menjadi rujukan mereka (Funk 1993) tidak pernah menceriterakan tentang Maria yang dihamili oleh Roh Kudus dan melahirkan anak yang kudus sehingga disebut kudus, Anak Allah (Spong 1996). Ceritera ini dipetik dari filsafat Yunani tentang legenda kelahiran Plato (Cave 1997).

Ceriteranya adalah sebagai berikut :
Ketika Arus bertunangan dengan Paraction, Apollo (Roh Kudus) bangsa Yunani, menegur dalam Injil Matius dan Injil Lukas.

“Kelahiran Yesus Kristus adalah sebagai berikut. Pada waktu Maria ibu-Nya bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami istri.” (Matius 1 : 18)

Bagaimana Maria menghamilkan Yesus dari Roh Kudus, berikut ini diterangkan oleh penulis Injil Lukas.

“Jawab malikat : ‘Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa (Allah) Yang Maha Tinggi akan menaungi engkau, sebab itu anak yang akan kau lahirkan itu disebut kudus, Anak Allah.” (Lukas 1 : 35)

Karena Roh Kudus menghamili Maria dan anak yang dilahirkan adalah anak Roh Kudus, yang juga berarti Anak Allah, sehingga anak itu disebut Yesus Kudus, Anak Allah. Yesus tidak disebut Roh Kudus karena beliau bukan roh, tetapi manusia yang memiliki daging dan tulang.

Roh Kudus sebagai tuhan sesungguhnya tidak dikenal di zaman Yesus (Potter 1992). Perhatikan bagaimana murid-murid Yohanes Pembaptis ketika ditanya oleh Paulus di Ephesus, secara jujur mengakui bahwa mereka tidak pernah mendengar tentang Roh Kudus.

“Sudahkah kamu menerima Roh Kudus ketika kamu menjadi percaya? Akan tetapi mereka menjawab dia, ‘Belum, bahkan kami belum pernah mendengar, bahwa ada Roh Kudus’.” (Kis 19 : 2)

Perhatikan baik-baik ayat di atas terutama yang berhuruf tebal. Di sini sangat jelas bahwa Gereja berbohong dan mengada-ada tentang Tuhan Roh Kudus. Bukankah yang ditanya oleh Paulus di atas adalah murid-murid Yohanes Pembaptis (Nabi Yahya as)? Bukankah dalam Injil diceriterakan bahwa ketika murid-murid Yohanes termasuk Yesus dibaptis di sungai Yordan, tiba-tiba langit terbuka dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati?

“Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa berung merpati ke atasNya. Dan terdengarlah suara dari langit ; ‘Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepadaMulah Aku berkenan’.” (Lukas 3 : 21-22)

Saya mengatakannya bahwa Gereja berbohong, kalau karena andaikata ceritera langit terbuka dan turunnya Roh Kudus ke atas Yesus itu benar, pastilah murid-murid Yohanes Pembaptis akan menjawab : “Ya, kami sudah menerima Roh Kudus ketika kami dibaptis bersama-sama Yesus. Saat itu langit terbuka dan Roh Kudus turun ke atas Yesus seperti burung merpati.” Atau kalau mereka yang ditanyai ini tidak hadir pada waktu pembaptisan Yesus, mereka tentu akan menjawab : “Oh tidak, karena langit terbuka hanya ketika Yesus dibaptis dan Roh Kudus turun ke atasnya seperti burung merpati. Ketika kami dibaptis, langit tidak terbuka sehingga Roh Kudus tidak turun dan kami tidak menerimanya!”

Bayangkan! Jawaban murid-murid Yohanes Pembaptis di atas sangat mengejutkan bahwa dari sekian banyak, mungkin ribuan yang dibaptis oleh pemimpin mereka, Yohanes Pembaptis, hanya Yesus yang kedatangan “Tuhan” Roh Kudus. Inilah pekerjaan Paulus yang membingungkan manusia waras di muka bumi ini.

Sampai dengan menjelang akhir abad ke IV, Gregory of Nazianzus, juru propaganda trinitas, bingung tujuh keliling untuk menjelaskan apa sesungguhnya Roh Kudus yang diajarkan Paulus tersebut. Perhatikan keluhan Nazianzus yang dikutip oleh Karen Amstrong dalam bukunya A History of God, 1993 :

“The Cappadocians were also axious to develop the nation of the Holy Spirit, which they felt have been dealt with very perfunctorily at Nicaea : ‘And we believe in the Holy Spirit’ seem to heve been added to Athanasius’s Creed almost as an afterthought. People were confused about the Holy Spirit. Was it simply a synonym for God or was it something more? ‘Some have conceived (the Holy Spirit) as an activity’ noted Gregory of Nazianzus, some as a creature, some as God and some have been uncertain what to call him.”

(Golongan Cappodician (pendukung Trinitas) juga pusing untuk menetapkan pengertian Roh Kudus, yang sebelumnya mereka tidak gubris pada sidang Gereja di Nicaea. (Kalimat) ‘Dan kami percaya kepada Roh Kudus’, nampaknya baru ditembahkan ke Credo Athanasuis (di Nicaea) setelah baru dipikirkan kemudian. Masyarakat dibuat bingung tentang apa sesungguhnya Roh Kudus itu. Apakah itu sama dengan Tuhan atau sesuatu yang lain? ‘Sebagian orang menganggap (Roh Kudus) sebagai suatu kegiatan’ kata Gregory of Nazianzus, ‘Sebagian lagi menganggapnya makhluk, sebagian menganggapnya Tuhan, dan sebagian lagi tidak tahu mau menyebutnya apa’)

Penemuan Naskah Laut Mati di Gua Qumran tahun 1947 dan seterusnya, kembali menelanjangi Gereja tentang konsep “Tuhan” Roh Kudus. Ternyata Konsep “Tuhan” Roh Kudus sebagaimana yang dipropgandakan Gereja, dan saat ini mulai mereka usahakan untuk diekspor ke dalam ajaran Islam, sama sekali tidak dikenal di zaman Yesus. Perhatikan pernyataan Reverent DR Charles Francis Potter, pakar Kristen dan Naskah Laut Mati dalam bukunya The Lost Year of Jesus Resevealed, halaman 16 :

“Few believing Christians yet realize (for few scholar are yet admitting) how many important doctrines are due to be change radically, and haw many others should eventually be eliminated when the Scrolls are properly recognized and evaluated in relation to the New Testament. The very vulnarable doctrine of the Holy Spirit will have to go, as we shall see, and will take with it inevitably the doctrine of the Trinity, which was never in the Bible anyway.”

(Hanya sedikit pemuluk agama Kristen yang hingga saat ini menyadari (sebagaimana hanya sedikit para ilmuwan yang hingga kini mau mengakui), betapa banyak ajaran dasar agama Kristen yang harus dirobah secara radikal dan betapa banyak lainnya yang harus dibuang (dari Alkitab) bila Nskah Laut Mati diakui dan dipelajari dengan benar dalam hubungannya dengan Kitab Perjanjian Baru. Ajaran yang paling lemah dan harus disingkirkan adalah tentang Roh Kudus, sebagaimana yang terlihat dalam Naskah Laut Mati, dan tanpa bisa dihindari, ajaran tentang Trinitas harus pula ikut tersingkir, karena sama sekali tidak pernah diajarkan dalam Alkitab.)

Perhatikan bagaimana berbelit-belitnya Gereja dan para penginjil menjelaskan proses kejadian Yesus dengan menggunakan konsep penyembahan berhala. Apa yang mereka lakukan bukannya menjelaskan, tetapi malah membingungkan. Tidak mengherankan kalau ajaran tentang ketuhanan Yesus menjadi bahan tertawaan dunia barat saat ini. Jangankan masyarakat biasa, para tokoh Kristenpun, sebagaimana yang diperlihatkan dalam survey terhadap 31 dari 39 Uskup di Inggris sebagaimana diungkapkan oleh Daily News tenggal 25 Juni 1984, memperlihatkan bahwa 19 dari 31 Uskup tersebut (61%) tidak mempercayai Yeses sebagai Tuhan.

Namun di negara-negara yang baru berkembang seperti Indonesia, dengan tingkat pendidikan yang masih rendah, upaya memanipulasi perasaan untuk melumpuhkan akal sehat merajalela di mana-mana dengan memanfaatkan media TV dan media cetak.

Simaklah pernyataan Uskup John Shelby Spong dalam bukunya Why Chritianity Must Change or Die, halaman 4, yang mewakili mayoritas ilmuan Kristen di Barat yang tidak berkoar-koar sebagaimana para penginjil di TV.

“We are the silent majority of believers who find it increasingly difficult to remain member of the Church and still be thinking people.”

(Kami adalah mayoritas diam dari orang-orang yang beriman yang makin lama makin sulit untuk menjadi anggota Gereja sekaligus menjadi orang yang berakal)

Mereka tidak segan-segan mengintimidasi dan menakut-nakuti jemaat mereka yang mempertanyakan keanehan dan kepalsuan ajaran Kristen dengan ancaman tidak akan diselamatkan oleh Yesus Kristus. Lebih parah lagi, mereka bukan hanya puas dengan menyesatkan jemaat mereka sendiri. Saat ini merekapun mulai gencar dan berani memanipulasi ayat-ayat Kitab Suci Al-Qur’an dengan maksud menggiring umat Islam untuk musyrik dengan menerima Yesus sebagai “Tuhan” penyembah berhala.

Ceritera kelahiran Yesus yang berada dalam koridor agama Samawi, kemudian dibumbui dan dibelokkan ke pemahaman penyembahan berhala hanya untuk mempertuhankannya.

Padahal pengertian “dengan tiupan roh dari-Nya” dalam Al-Qur’an menjelaskan bahwa agar janin dalam rahim ibu dapat hidup menjadi manusia, Allah meniupkan roh ciptaan-Nya ke janin tersebut. Prosedur seperti ini bukan hanya terjadi pada Yesus, tetapi juga kepada Adam dan semua manusia, termasuk saya dan sahabat saya yang bertanya. Perhatikan firman Allah berikut ini :

“Maka apabila telah Kutiupkan roh (ciptaan) Ku, maka hendaklah kamu tersungkur dan bersujud kepadanya.” (QS. Shad : 72)

“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam tubuhnya roh (ciptaan) Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS. As-Sajadah : 9).

3. Yesus terkemuka di dunia dan di akhirat termasuk orang yang didekatkan (kepada Allah)

Secara logika dan pemikiran sederhana, semua nabi /rasul adalah orang-orang terkemuka di zamannya, orang-orang teladan yang menjadi panutan umatnya. Selanjutnya di hari kemudian, mereka adalah yang didekatkan kepada Allah.

Kalau nabi/rasul yang diutus adalah orang-orang yang terbelakang di dunia, mungkin hanya mereka yang kurang waras yang akan menjadi pengikutnya. Untuk lebih jelas lagi, bahwa yang terkemuka di dunia dan di akhirat bukan hanya Yesus, perhatikanlah ayat Al-Qur’an berikut ini :

“...dan adalah dia (Musa) seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah.’ (QS. Al-Ahzab : 69)

Andaikata ayat tersebut di atas kita terjemahkan secara harfiah, siapakah yang lebih terhormat antara Yesus dan Musa? Kalau Yesus hanya dekat, mungkin 2 atau 5 meter dari Allah, maka Musa persis di sisi Allah, tidak ada antaranya.

Namun seorang muslim tentu tidak akan pergi ke pengertian seperti itu. Dan ternyata menurut Al-Qur’an, mereka yang didekatkan kepada Allah, bukan hanya Yesus, tetapi semua orang-orang yang beriman.

“Mereka (orang-orang yang beriman) itulah orang-orang yang didekatkan (kepada Allah).” (QS. Al-Waqi’ah : 11)

Malah dalam setiap upacara kematian, si pemberi sambutan akan selalu memohon kepada Allah, semoga arwah yang meninggal akan diterima di sisi Allah, bukan hanya sekedar dekat. Apakah dengan doa ini berarti pemberi sambutan ingin menandingi Yesus yang hanya dekat-dekat dengan Allah?

Di sinilah problem yang dihadapi umat Kristiani ketika mereka membaca Al-Qur’an, Kitab Allah yang berbahasa mulai, karena umat Kristiani tidak memiliki bahasa mulia sebagaimana umat Islam.

Oleh sebab itu tidak mengherankan ketika sebuah ayat palsu dalam Alkitab mengatakan :

“Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke sorga, lalu duduk di sebelah kanan Allah.” (Markus : 19)

Mereka lalu membayangkan Allah dan Yesus seperti dua orang sahabat yang duduk berdampingan di atas sofa.

4. Yesus suci tidak berdosa

“Ia (Jibril) berkata : ‘Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.” (QS. Maryam “ 19)

Dalam ajaran Islam setiap anak terlahir suci. Sekali lagi inilah ciri khas Kitab suci samawi, dimana bahasa sanjungan yang ditujukan kepada seseorang memiliki pengertian yang umum. Setiap anak yang lahir adalah suci bukan hanya Yesus sendiri. Al-Qur’an tidak pernah mengajarkan dosa warisan. Ini dibenarkan pula oleh Yesus yang masih dapat dilihat dari ayat Alkitab berikut ini :

“...Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi (suci) seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.” (Matius : 3)

Dari ayat Alkitab di atas, jelas terlihat bahwa Yesus menganggap anak kecil masih suci dan belum berdosa. Dengan demikian semua anak yang dilahirkan dari rahim seorang ibu, apakah itu Yesus, para nabi yang lain, maupun seluruh umat manusia termasuk saya dan sahabat saya yang bertanya, adalah suci tak berdosa.

Namun setelah beranjak dewasa, maka siapapun manusia di atas muka bumi ini tidak akan luput dari dosa, termasuk Yesus. Sipa yang memiliki catatan harian kehidupan Yesus sejak kecil sampai tua yang membeberkan bahwa Yesus tidak bernah berdosa? Apakah Yesus pernah mengatakan bahwa dirinya tidak pernah berdosa? Sama sekali tidak ada! Apa berdosa? Karena Yesus yang dibajak dari nabi bani Israel, ingin dikukuhkan sebagai Kristus, Tuhan dan Juruselamat penyembah berhala. Kalau Yesus belum dilantik menjadi “Tuhan”, maka ia belum memiliki “keenangan” untuk menyelamatkan manusia. Dan karena dia adalah “Tuhan” otomatis tidak berdosa.

Perhatikan bagaimana Athanasius memasang harga mati untuk mempertuhankan Yesus sebagai persyaratan untuk menebus dosa manusia sebagaimana dijelaskan oleh Richard E Rubenstein dalam bukunya When Jesus Became God, halaman 9 :

“Therefore if Christ is any less than God, he could not save us. And if we did not believe than he was God, we would not be saved.”

(Oleh karena itu kalau Kristus (Yesus) lebih kecil dari Tuhan, dia tidak akan menyelamatkan kita. Dan kalau kita tidak percaya bahwa dia adalah Tuhan, maka kita tidak akan selamat)

Jadi tanpa harus dijelaskan penjang lebar, terang sudah bahwa pernyataan Gereja bahwa Yesus tidak berdosa adalah sebagai persyarat untuk melantiknya menjadi “Tuhan”.

Padahal dalam Alkitab sendiri, Yesus memperingatkan dirinya sebagai hamba Allah yang selalu merendah di hadapan Allah, mengakui dosa-dosanya dan pada setiap kesempatan memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosanya.

“Ketika Ia berhenti berdoa, berkatalah seorang dari murid-muridNya kepadaNya : ‘Tuhan ajarkan kami berdoa...’ Jawab Yesus kepada mereka : ‘Apabila kamu berdoa, katakanlah : Bapa, dikuduskanlah namaMu, datanglah KerajaanMu. Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya dan ampinilah kami akan dosa kami.”

Oleh karena itu, anggapan bahwa Yesus tidak pernah berdosa adalah anggapan yang keliru dan tidak memiliki pijakan sejarah. Kalau dalam Al-Qur’an Allah menyebut seseorang sebagai suci, bukan berarti orang tersebut tidak pernah melakukan kesalahan atau kekhilafan sedikitpun dalam hidupnya. Terhadap seorang Nabi, Allah akan selalu mengabulkan doa permohonan ampun atas dosa-dosa maupun kekhilafan yang dilakukan, sehingga menjadikan para nabi sebagai orang-orang suci.

“Dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian (dari dosa). Dan ia (yahya/Yohanes Pembaptis) adalah seorang yang bertaqwa.” (QS. Maryam : 13)

Alkitab sendiri mengatakan bahwa orang yang paling shaleh, jujur dan tidak pernah berbuat dosa di dunia ini adalah Nabi Ayub alaihis salam. Kalau Yesus pernah hidup di dunia, berarti Yesus masih kalah dengan Nabi Ayub dalam soal keshalehan dan kejujuran.

“Ada seorang laki-laki di tanah US bernama Ayub; orang itu shaleh dan jujur; ia takut kepada Allah dan menjauhi kejahatan. Sebab tidak seorangpun di bumi ini seperti dia, yang demikian shaleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.” (Ayub 1 : 1, 8)

5. Kebangkitan Yesus

“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (QS. Maryam : 33)

Menurut sahabatku, ayat ini membuktikan bahwa Al-Qur’an mengakui kebangkitan tubuh kasar Yesus dari kematian di tiang salib. Menurutnya ayat ini melengkapi keimanan Kristen bahwa Yesus mati di tiang salib, dikubur tiga hari tiga malam, kemudian bangkit kembali, lalu berangkat ke Sorga. Apakah benar demikian? Ini tentu pengertian yang keliru, karena jelas bertentangan dengan ayat Al-Qur’an lainnya yang menjelaskan bahwa Yesus tidak dibunuh dan tidak mati di tiang salib (QS. Ani Nisa : 157).

Pernyataan Al-Qur’an ini didukung oleh Prof. Dr. Barbara Thiering, ilmuwan Kristen dan pakar Naskah Laut Mati dari University of Sydney, Australia, yeng meneliti naskah tersebut selama lebih 20 tahun yang diterbitkan dalam bukunya Jesus in The Riddle of The Dead Sea Scrolls, hal. 116 :

“Jesus did not die on the cross”

(Yesus tidak mati di tiang salib)

Sesungguhnya Al-Qur’an tidak pernah berbicara tentang kebangkitan Yesus di dunia ini. Demikian pula Yesus tidak pernah mengajarkan bahwa beliau akan bangkit dari kematian lengkap dengan daging dan tulang. Pengertian bangkit pada ayat di atas adalah kebangkitan semua orang di hari kemudian. Kebangkitan tubuh kasar, bagi Yahudi maupun Yunani adalah sesuatu yang aneh dan mengerikan membayangkan tubuh yang sudah membusuk tiga hari tiga malam bangkit dari kubur dan keliling gentayangan.

Kengerian seperti ini terlihat dari reaksi murid-muridnya yang tiba-tiba melihat Yesus masuk ruangan setelah rumor yang “katanya” Yesus sudah mati dan dikubur.

“Dan sementara mereka (murid-murid Yesus) bercakap-cakap tentang hal itu, Yesus tiba-tiba berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata kepada mereka : ‘Damai sejahtera bagi kamu!’ Mereka terkejut dan takut dan menyangka bahwa mereka melihat hantu.” (Lukas 24 : 36-37)

Untuk membantah sangkaan mereka bahwa dirinya telah mati, Yesus menegaskan :

“Mengapa kamu terkejut dan apa sebabnya timbul keragu-raguan dalam hati kamu? Lihatlah tangan-Ku dan kaki-Ku. Aku sendirilah ini, rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu (roh yang gentayangan) tidak ada daging dan tulangnya seperti yang kamu lihat ada pada-Ku.” (Lukas 34 : 38-39)

Penjelasan Yesus ini sejalan dengan pandangan masyarakat pada saat itu sebagaimana diungkapkan oleh Burton L. Mack, Professor ilmu Kristen Mula-mula pada Fakultas Theologi Universitas Claremont, dalam bukunya Who Wrote The New Testament, hal. 83 :

“There was only one story world in which the idea of bodily resurrection was thought apprropriate, and that was the scene at the end of the world where, in some Jewish apocalypses, people were raise from their graves in order to be present for the final judgement. So fright and aversion would have been the natural responses for both Greek and Jews upon hearing about a person waking up after having been dead and buried.”

(Hanya ada satu cerita yang dikenal dalam Kitab Yahudi dimana ide tentang kebangkitan tubuh dianggap layak yakni peristiwa yang akan dialami pada hari kiamat, dimana orang-orang akan dibangkitkan dari kuburnya masing-masing untuk diadili. Oleh karena itu reaksi baik orang Yahudi maupun Yunani adalah rasa ketakutan dan kengerian ketika mendengar bahwa ada seseorang yang bangun kembali setelah mati dan dikubur)

Ayat Al-Qur’an di atas adalah doa dan permohonan Yesus agar Allah melimpahkan kesejahteraan kepada beliau di saat beliau dilahirkan, disaat akan dimatikan serta dibangkitkan kembali di akhirat kelak.

Mengapa Yesus berdoa dan memohon seperti itu? Jawabnya adalah karena Yesus ingin seperti Yohanes Pembaptis yang telah dijamin oleh Allah kesejahteraan pada hari beliau dilahirkan, diwafatkan dan pada hari beliau akan dibangkitkan kelak di padang mahsyar.

“Kesejahteraan atas dirinya (Yahya/Yohanes Pembaptis) pada hari ia dilahirkan, pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali.” (QS. Maryam : 15)

Jadi Yesus tinggal menjiplak apa yang telah dijanjikan Allah kepada Nabi Yahya. Permohonan ini bersifat umum dan bebas dipanjatkan oleh siapa saja kepada Allah Ta’ala. Allah tidak pernah mengatakan bahwa doa seperti itu hanya untuk Yesus dan orang lain tidak boleh menirunya.

Kalau doa Yesus di atas diartikan bahwa Yesus dibangkitkan dari kubur di dunia ini, konsekuensinya adalah kitapun harus menerima bahwa Yohanes Pembaptis juga dibangkitkan dari kuburnya di dunia ini sebagaimana QS. Maryam : 15.

Namun bagaimana mungkin kita mempercayai bahwa Yesus bangkit dari kuburnya lengkap dengan daging dan tulang, sementara Yesus sendiri tidak mengajarkan kebangkitan seperti itu.

“Karena pada waktu kebangkitan orang tidak kawin dan tidak dikawinkan hidup seperti malaikat (dalam bentuk roh) di Sorga.” (Matius 22 : 30)

Untuk membuktikan dirinya belum mati dan dirinya bukan roh atau hantu yang gentayangan beliau memberikan bukti berikut ini :

“Adakah padamu makanan di sini? Lalu mereka memberikan kepadaNya sepotong ikan goreng. Ia mengambilnya dan memakannya di depan mata mereka.” (Lukas 24 : 41-43)

Kesemuanya ini dilakukan oleh Yesus dalam upaya menjelaskan kepada murid-muridnya yang ketakutan bahwa dirinya masih hidup, tidak pernah mati, dan bukannya untuk membuktikan bahwa beliau bangkit dari kubur dan menjadi Tuhan!

Kekeliruan pandangan umat Kristiani ini dikritik dengan pedas oleh pakar mereka sendiri seperti James H. Charlesworth dalam bukunya Jesus And The Dead Sea Scrolls, hal. 89 :

“Belief in a crucified Messiah was a dangerous superstition; it was even blasphemy”

(Percaya kepada Mesias yang mati di tiang salib adalah tahayul yang sangat berbahaya; ini malah suatu kekafiran)

Sejalan dengan Chalrlesworth, John Davidson dalam bukunya The Gospel of Jesus, juga menegaskan kekeliruan pandangan umat Kristen tantang kebangkitan Yesus yang diwarisi dari ajaran kemusyrikan Paulus.

“The belief in a physical resurrection to be a ‘faith of fools’.”

(Kepercayaan kepada kebangkitan tubuh kasar (di dunia) adalah “keimanan orang-orang licik”)

-Dr. Sanihu Munir-

About This Blog

"I dedicate this blog to myself personally and to my brothers the other as an advice that can bring us closer to Allah.

I hope this blog can provide many benefits to humankind, especially to improve the quality of our faith in Allah."

About Me

"I am a Muslim, and I am proud to be a Muslim. I am very grateful to my Lord because He has made me a Muslim. I also gained will always beg Him for he always makes me a Muslim until I meet Him in the wilderness masyhar. I really love my religion, therefore, I will fight for it with gusto. if you are a Muslim and also love your religion, then we will meet in a state of loving. But if you are against me and my religion, then we'll be seeing in the field of jihad. whoever you are!!!"

Total Tayangan Halaman