Muhammad Yusrinal

Yang Terbaik Diantara Kalian Adalah Yang Mempelajari Al-Qur'an Dan Yang Mengajarkannya

Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu bukan termasuk kalangan Syi’ah. Dan kami meyakini bahwa ia tidak memiliki hubungan sama sekali dengan mereka, bahkan kami meyakini bahwa perkataan-perkataan mereka tentangnya justru mencelanya dan tidak memujinya, bahkan mereka itu adalah musuh-musuhnya sebab mereka menuduhnya dengan hal yang tidak pernah dikatakannya dan tidak pernah ia klaim. Demikian pula, madzhab mereka itu berkonsekuensi kepada penyematan sifat pengecut, plin-plan dan munafik untuk Ali, sekalipun mereka tidak berterus terang tentang hal itu, akan tetapi itu adalah konsekuensi logis dari perkataan mereka.


Berikut ini penjelasannya,

Pertama, mereka mengklaim ia adalah washi (orang yang diberi wasiat) dari Allah dan RasulNya, dan bahwa hal itu berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk menggantikan Nabi Shalallahu alaihi wa sallam dalam mengurus umatnya. Kemudian, ia tidak menjalankan wasiat itu dengan alasan taqiyyah (melindungi diri). Ini artinya bahwa ia telah mengkhianati wasiat dan menjadi pengecut untuk menjalankannya.

Sama dengannya, Nubuwwah (kenabian) dari seseorang dengan tanpa menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menyampaikan kepada manusia, apakah anda pernah melihat seorang Nabi melakukan hal itu?

Kita tidak tahu, kenapa Ali tidak menjalankan kewajiban melaksanakan wasiat? Apakah demi menjaga nyawanya dan takut mati? Kemudian, apa gunanya hidup bilamana dengan sebab itu Dinullah menjadi berkurang?

Selain itu, adakah Allah tidak menemukan selain seorang manusia lemah yang tidak mampu menjalankan imamah? Lantas, apa gunanya imamah bila disertai dengan sikap mengindar untuk menjalankannya? Apapula faidah hal itu bagi umat manusia? Lalu, tidakkah anda melihat bahwa kebanyakan para imam mengorbankan jiwa mereka agar keyakinan-keyakinan mereka bisa hidup? Bahkan pengorbanan itu bersumber dari para pengikut yang masih junior?

Bukankah bocah dalam kisah Ukhdud rela mati demi agamanya tetap hidup? Bukankah al-Khumaini telah berjuang hingga terealisasi berdirinya negara sesuai dengan madzhabnya? Bukankah banyak wanita di Palestina dan Chechnya melakukan perjuangan berani mati (syahid) demi mendukung permasalahan yang mereka hadapi?

Sesungguhnya ini menunjukkan salah satu dari dua hal : Bisa jadi klaim ‘wasiat’ ini dusta, dan inilah yang benar. Bisa jadi pula Ali adalah seorang pengecut -sungguh jauh dirinya dari hal ini-.

Ada yang mengatakatakan kepada al-Hasan bin al-Hasan bin Ali, “Bukankah Rasulullah pernah berkata kepada Ali, ‘Barangsiapa yang aku menjadi maulanya, maka Ali adalah maulanya juga’.” Ia berkata, “Sungguh, demi Allah! Andaikata yang dimaksud itu adalah jabatan dan kekuasaan, maka pastilah Nabi mengungkapkan kepada kamu dengan jelas sebagaimana beliau mengungkapkan tentang masalah shalat, zakat, puasa dan haji dengan jelas dan andaikata masalahnya seperti yang kamu katakan, sungguh ia (Ali) telah menjadi orang yang paling besar kesalahan dan dosanya, sebab ia telah meninggalkan apa yg telah diperintahkan Rasulullah Shalallahualaihi wa sallam kepadanya.” (Thabaqat Ibnu Sa’ad, 5/235 dengan perantaraan buku at-Tasyayyu’ Baina Mafhum al-A’Immah wa al-Mahfum al-Farisi, hal. 151)
Kedua, klaim bahwa Fathimah Radhiyallahu anha telah disakiti, dirampas haknya, ditampar dan diancam oleh Umar dengan membakar rumahnya. Bukankah ini pelecehan terhadap Ali Radhiyallahu anhu; melihat istrinya disakiti dan disiksa hingga mengugurkan kandungannya, sementara ia hanya diam menyaksikan.

Mana keberanian yang ia dijuluki dengannya? Mana kecemburuannya terhadap istrinya? Putri Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam sekaligus isterinya dihina dan dipukuli sementara Ali hanya menonton saja? Apakah Ali Radhiyallahu anhu tidak pernah cemburu terhadap isterinya?

Sungguh jauh ia dari melakukan hal seperti itu. Demi Allah, ia lebih agung dari hanya sekedar rela dengan apa yang kalian klaim terhadap keluarganya itu!

Andaikata ada hal yang menyakiti atau mengotori kehormatannya, pastilah ia si jago perang, pemberani Bani Hasyim dan pemuda pertama yang beriman dengan agama ini tidak akan rela ia (isterinya) dihina dan dipukuli sementara ia hanya menonton saja semua itu. Tentu, kematian adalah lebih baik dari kehidupan yang hina seperti ini.

Anehnya, mereka mengatakan, “Seorang imam wajib menjadi orang yang paling berani daripada rakyatnya.” (Al-Iqatishad, karya Syaikh al-Mufid al-Imami, hal. 312). Lantas mereka mengklaim bahwa Ali tidak seperti itu.

Adapun masalah ‘warisan,’ maka andaikata ia tidak mengetahui bahwa ia adalah masalah ijtihad darinya (Fathimah Radhiyallahu anha) yang bertentangan dengan nash dari Nabi Shalallahu alaihi wa sallam, pastilah ia (Ali) menjadi orang pertama yang menuntutnya, ia telah memegang kekuasaan, tetapi tidak membagikan warisan. Andaikata ia meyakini bahwa Nabi Shalallahi alaihi wa sallam mewariskan, kenapa ia tidak membagikan warisannya ketika telah menjadi khalifah?

Selain itu, bagaimana bisa Fathimah Radhiyallahu anha menuntut bagian warisannya dan marah karenanya padahal hanya masalah duniawi dan hal itu juga diriwayatkan darinya, namun tidak marah karena masalah agama yang lebih besar dari sekedar harta yang pasti musnah, yang telah diterlantarkan -menurut versi kalian- yakni imamah, bahkan ia malah tidak berbicara tentangnya sama sekali? Apakah dia juga mengambil sikap taqiyyah dan merasa takut? kenapa ia tidak menyembunyikan tuntutannya terhadap hak warisnya?

Ketiga, Ali mengawinkan putrinya, Ummu Kultsum dengan Umar Radhiyallahu anhu sedang Umar dalam pandangan kalian adalah kafir atau fasik. Dan kalian telah mengklaim bahwa ini kemarahan Ali Radhiyallahu anhu namun ia tidak membela putrinya dan rela kehormatan putrinya dihalalkan tanpa haq, dan hal ini merupakan celaan yang paling besar nilainya!

Kita melihat di dunia binatang dan burung, ada yang sampai membela anak-anaknya hingga mati.

Ayam betina, misalnya, bila ada orang yang ingin mengambil sebagian anaknya, pasti ia membelanya mati-matian. Apakah ayam betina ini lebih berani dan lebih cemburu terhadap anak-anaknya ketimbang Ali Radhiyallahu anhu?

Sesungguhnya rela dengan perkara seperti ini disebut ‘pengecut.’ Dan tidak mungkin, ia (Ali) rela dengan hal itu! Andaikata Umar Radhiyallahu anhu bukan seorang mukmin, pastilah Ali tidak akan mengawinkannya dengan putrinya.

Keempat, Ali tidak merasa cukup dengan sikap-sikap mengalah -seperti kalian klaim- itu bahkan berani memberi nama kepada anak-anaknya dengan nama-nama orang kafir atau fasik sebagai bentuk taqiyyah? La Haula Wa La Quwwata Illa Billah!

Tidakkah cukup baginya diam atas dibatalkannya wasiat, dilanggarnya kehormatan Fathimah sedang ia melihat, ketidakmampuannya menjaga putrinya dari perkawinan orang non mukmin atau shalih, sehingga harus menamakan anak-anaknya pula dengan nama-nama orang kafir atau fasik : Abu Bakar, Umar dan Utsman?

Apa yang menimpa mereka-mereka itu? Apakah ini manusia, imam, pemberani, pencemburu, orang yang ikhlas atau selain itu?

Sesungguhnya kami bersaksi bahwa ia adalah orang yang lebih takut kepada Allah Ta’ala dan lebih bersih dari gambaran yang tergambar dalam benak setiap orang yang mengetahui atsar-atsar dan keyakinan-keyakinan Syi’ah Imamiyah.

Al-Lalika’i meriwayatkan dari dua jalur, dari Ali bin al-Husain -Zainal Abidin- rahimahullah bahwa ia berkata : “Wahai penduduk irak, cintailah kami dengan cinta Islam, demi Allah, cinta kalian masih terus ada hingga menjadi noda atas kami.” (Syarh Ushul I’tiqad Ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah, no. 2683-2684).

Kelima, Kenapa Ali Radhiyallahu anhu menetap di bumi di mana ia dilecehkan dan dihina sampai pada kehormatan dan agamanya namun tidak berhijrah dan keluar dari bumi itu, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya, ‘Dalam keadaan bagaimana kamu ini?’ Mereka menjawab, ‘Kami adalah orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah).’ Para malaikat berkata, ‘Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?’ Orang-orang itu tempatnya Neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah).” (QS. An-Nisa’ : 97-98).

Apakah Ali Radhiyallahu anhu termasuk orang-orang yang perlu dikasihani itu dan menjadi imam yang diberi wasiat dari Rabb semesta alam sementara ia mengetahui bahwa ia tidak mampu merealisasikan wasiat itu?

Apakah anda pernah melihat seorang raja mengangkat seorang laki-laki yang tidak mampu menjalankan jabatan sebagai pejabat? Semoga Allah meridhai beliau dan beliau membuatNya ridha. Sungguh, ia telah disakiti dengan klaim-klaim itu!

[Hiwar Hadi’ Ma’a ad-Duktur al-Qazwini asy-Syi’i al-Itsnai Asyari, Prof. Dr. Ahmad bin Sa’ad al-Ghamidi]

About This Blog

"I dedicate this blog to myself personally and to my brothers the other as an advice that can bring us closer to Allah.

I hope this blog can provide many benefits to humankind, especially to improve the quality of our faith in Allah."

About Me

"I am a Muslim, and I am proud to be a Muslim. I am very grateful to my Lord because He has made me a Muslim. I also gained will always beg Him for he always makes me a Muslim until I meet Him in the wilderness masyhar. I really love my religion, therefore, I will fight for it with gusto. if you are a Muslim and also love your religion, then we will meet in a state of loving. But if you are against me and my religion, then we'll be seeing in the field of jihad. whoever you are!!!"

Total Tayangan Halaman